Khotbah Ps. Daniel Hadi Shane : Janji Tuhan dalam Peperangan
Tuhan berbicara pada Yeremia dalam Yeremia 33, bukan saat Yeremia sedang bersukacita, melainkan saat Yeremia sedang terkurung di pelataran. Tuhan sedang memberi kekuatan kepada Yeremia.
Pernahkah kita mengalami sebuah kondisi peperangan yang tiada henti hingga kita merasa sangat letih? Bahkan untuk melayani Tuhan, mencintai dan mengasihi Tuhan terasa sangat sulit. Kita mengalami kehampaan yang membuat kita tidak niat. Yeremia sedang mengalami hal yang sama saat Tuhan berbicara kepadanya saat itu, Israel sedang berperang. Peperangan pasti memakan korban jiwa. Ia sedang menyaksikan kota-kotanya berperang sementara ia dikurung dan tidak bisa bergerak.
Tuhan memiliki rencana pemulihan dan tidak ada satupun rencana Tuhan yang gagal.
Tuhan menegaskan kepada Yeremia bahwa Ia adalah Tuhan, pemilik segala sesuatu. Sekalipun Yeremia sudah tahu, tetapi bagi orang-orang yang sedang mengalami peperangan dan masa-masa sulit, mereka mengalami kelemahan secara mental dan saat itulah pikiran-pikiran negatif datang menyerang, “jangan-jangan Tuhan meninggalkan aku,” “Jangan-jangan aku ditinggalkan Tuhan,” “jangan-jangan aku disingkirkan Tuhan” dan lain sebagainya, tetapi Tuhan tahu bahwa pikiran Yeremia sedang diliputi pikiran-pikiran negatif.
Orang-orang seperti ini perlu diteguhkan sekali lagi bahwa Tuhan adalah pencipta dan pemilik segala sesuatu. Tuhan memperkenalkan diriNya sekali lagi pada Yeremia bahwa “Aku adalah Tuhan, Akulah Tuhan yang menciptakan segalanya.”
Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui. (Yeremia 33:3)
Saat kita mengalami peperangan yang sangat menguras energi kita, kita mungkin sangat letih untuk percaya kepada Tuhan, kita merasa doa kita tidak ada artinya, tetapi Tuhan katakan “berserulah kepadaKu.” Artinya Tuhan mendengar semua seruan doa kita.
Dalam masa kesesakan, jangan pernah mengurangi kepercayaan kita kepada Tuhan. Ketika kita putus pengharapan, apakah kita memilih tergeletak dalam masalah kita atau kita mau bangkit dan berseru kepada Tuhan?
Banyak orang fokus dengan masalah, padahal masalah itu tidak akan menambah apapun dalam hidup kita. Fokuslah pada kehidupan yang diberikan Tuhan. Ketika kita sakit parah, jangan fokus pada penyakit kita, tapi fokuslah pada anugerah yang Tuhan berikan tiap hari. Fokus ada kematian adalah kebodohan, fokuslah pada kehidupan yang dianugerahkan Tuhan selagi kita diberi kesempatan dengan menjadi berkat untuk orang-orang di sekitar kita.
Masalah akan selalu ada. Jangan berusaha menyelesaikannya dengan kepandaian kita, tapi kita bertindak dengan iman dan berdoa menyerahkan kepada Tuhan. Ketika kita menyerahkan kepada Tuhan, beban kita berkurang meski tidak hilang, tetapi ada kelegaan. Tuhan mengerti masalah yang kita hadapi dan Tuhan memegang kendali atas kehidupan kita.
Seringkali kita melupakan tujuan hidup kita dengan mengambil beban-beban yang berlebihan melebihi kapasitas kita. Seperti kapal yang kelebihan muatan, kita akan tenggelam.
Kapal bertujuan agar orang-orang dan dapat sampai tujuan dengan selamat. Tetapi banyak orang-orang yang memanfaatkan kapal itu untuk tujuan yang lain. Dengan alasan ekonomi, mereka mengangkut barang dan orang secara berlebihan, di luar kapasitasnya. Mereka tidak peduli jika kapal tersebut kelebihan beban karena mereka memiliki tujuan yang salah. Kapal tersebut berubah fungsi menjadi alat ekonomi dan tidak memperhitungkan resiko yang ada, sehingga kapal itu karam.
Kita sering seperti kapal itu, mengambil beban-beban yang melebihi kapasitas kita. Kita berusaha mengurusi urusan orang lain. Kita berusaha menjadi juruselamat yang mampu menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan orang lain, orang tua kita, teman-teman kita. Kita harus ingat bahwa setiap orang memiliki peperangan sendiri-sendiri. Jangan berusaha mengambil alih peperangan mereka, karena tujuan peperangan adalah melatih iman mereka. Tuhan lebih daripada cukup untuk kita dan mereka.
Sadari kapasitas diri kita. Ketika kita tidak sadar dengan kapasitas diri kita, tidak ada satupun yang bisa kita lakukan dengan baik dan kita tidak bisa menjadi berkat.
Sebagai pemimpin, tidak ada tindakan kita yang bisa menjadi contoh. Kita terlalu sibuk menghias kapal kita dengan furnitur-furnitur agar orang nyaman, sehingga kita tidak bisa memuat lebih banyak orang karena penuh dengan furnitur-furnitur yang tidak penting.
Mari kembali pada tujuan kita semula, yaitu memberkati orang lain. Seringkali tujuan kita dibelokkan dengan hal-hal duniawi, mencari harta di bumi. Mari kita kumpulkan harta yang kekal di surga. Harta di bumi tidak akan dibawa mati, tetapi harta di surga bernilai kekal.
Sesungguhnya, Aku akan mendatangkan kepada mereka kesehatan dan kesembuhan, dan Aku akan menyembuhkan mereka dan akan menyingkapkan kepada mereka kesejahteraan dan keamanan yang berlimpah-limpah.
Yeremia 33:6
Tuhan pasti memulihkan kita, karena itu adalah rencana Tuhan pada setiap kita. Ketika kita belum melihat itu terjadi, bukan berarti itu pasti tidak terjadi. Tunggu. Tuhan pasti bekerja. Tuhan bukan berhala yang tidak bisa mendengar doa. Dia Tuhan yang bisa menjawab doa. Ia sedang menampung doa-doa kita. Berserulah, Tuhan akan menjawab doa-doa kita.
Tuhan tidak menghendaki kita menderita. Penderitaan dalam Tuhan memberikan kita damai sejahtera, tetapi jangan buat dirimu sangat menderita seakan-akan Tuhan tidak ingin kita bahagia. Tuhan mengasihi kita, karena itu Tuhan ingin kita bahagia.
Pemimpin harus belajar menghargai kelemahan anak-anak. Seringkali pemimpin memiliki standar yang tinggi dan tanpa sadar merusak anak-anak di bawah kita. Latih mereka dengan kasih. Jangan berkata “gitu saja tidak bisa” dan menuntut mereka mencapai standar kita. Itu hanya membuat mereka merasa tidak bernilai dan tidak berdayaguna. Kita bisa ada seperti saat ini, bekerja di ladang Tuhan, karena Tuhan menilai kita berharga. Ketika kita yang hanya debu dianggap bernilai oleh Tuhan, mengapa kita menilai rendah orang lain.
- Published in The Shepherd's Voice
Khotbah Ps. Daniel Hadi Shane : Pemulihan Luka Hati Diawali dengan Kerendahan Hati
“Rendah hati mendahului Kehormatan. Tinggi hati mendahului kehancuran.” (Amsal 18:12-13)
Tinggi hati seringkali tidak disadari, tetapi tindakannya dapat dikenali
Dari gaya bicaranya sangat tinggi dan membuat segan, tetapi ternyata omongannya kosong dan tidak ada artinya. Ia tidak memandang dirinya perlu untuk belajar, sehingga ia akan sulit untuk dibentuk oleh Tuhan. Tidak bisa melihat kesalahannya sendiri, membuatnya cenderung berjalan di tempat. Padahal, kesalahan adalah sebuah hal yang wajar dan jika ia mau belajar dari kesalahan, Tuhan akan bawa dia semakin tinggi.
Orang tinggi hati biasanya memiliki luka dari masa lalunya, misalnya sering disalahkan dan dianggap lemah, sehingga cenderung berbicara lebih besar dari kualitasnya saat itu agar tidak direndahkan orang. Ia cenderung berbohong agar orang lain tidak dapat melihat kelemahannya.
Secara tidak langsung, orang yang tinggi hati adalah farisi rohani, berbanding terbalik dengan Kristus Yesus yang rela dihakimi untuk kesalahan yang tidak diperbuatNya.
Bagaimana cara memeriksa apakah kita memiliki luka dalam hati kita?
Tidak mau mendengar tentang seseorang/sesuatu.
Kita bisa saja tidak sadar kita memiliki luka dengan seseorang. Ketika mendengar nama seseorang/sesuatu, kita menjadi enggan dan tidak mau mendengar apapun tentangnya. Ekspresi dan mood kita runtuh seketika.
Senang membicarakan kejelekannya seseorang/sesuatu
Tanpa sadar, Ketika kita memiliki luka, kita senang membicarakannya, terutama jika orang-orang yang kita ceritakan memiliki luka yang sama. Perhatikan dengan siapa kita berkumpul dan menceritakan kehidupan pribadi kita! Perhatikan juga dengan cerita yang kamu dengar! Ada cerita yang membangun dan merusak. Berhenti mendengar cerita mereka meski dibungkus rohani karena tanpa sadar, hati kita juga ikut diliputi kebencian.
Selama bertahun-tahun, Kekristenan dibenci oleh beberapa kalangan, karena hal itu diceritakan bertahun-tahun, dibawa generasi ke generasi. Luka itu dapat ditransferkan kepada orang lain. Mari bereskan hati kita!
Bagaimana pulih dari luka hati?
-
Datang kepada sang Sumber Kasih
Untuk pulih dari luka dan pahit, yang pertama harus kita lakukan adalah datang kepada Tuhan sebagai Sumber Kasih. Belajarlah dalam perjalanan Bersama Tuhan, sebab Tuhan adalah kekuatan kita. Kesulitan dan tantangan yang ada adalah bagian dari proses Tuhan.
Banyak orang yang tinggi hati penuh luka masih hidup dalam masa lalunya. Datanglah dalam mezbah doa kita. Mezbah adalah tempat penyerahan korban, korbannya yaitu kedagingan dan keakuan kita. Dalam mezbah, kita akan dikuliti, diselidiki oleh Tuhan. Dikoreksi itu sakit, tetapi itu adalah awal dari pemulihan Tuhan. Tidak ada yang tersembunyi bagi Tuhan. Jadilah pribadi yang mau selalu diubah dan disentuh oleh Tuhan.
-
Miliki kerendahan hati
Orang yang tinggi hati berbicara seolah mendirikan banyak hal, namun kosong. Sementara orang yang rendah hati seolah-olah tidak membangun apa-apa, namun ternyata mendirikan banyak hal.
Jangan memberi batasan pada Tuhan untuk memproses hidup kita. Kerendahan hati memampukan kita menerima karya Kristus yang tidak terbatas dan melampaui kelemahan kita. Orang yang rendah hati akan selalu mengandalkan Tuhan, karena ia tahu, tanpa Tuhan, ia tidak dapat berbuat apa-apa.
-
Jangan Berprasangka
Belajar untuk tidak berprasangka dan memberi label buruk pada setiap orang, termasuk mereka yang pernah berbuat jahat kepada kita sebab setiap orang bisa berubah. Seperti kita yang bisa berubah, demikian juga orang lain bisa berubah.
Mari kita menjaga hati kita dengan maksimal agar dapat memproses semua nutrisi dan racun yang ada.
Amsal 14:23
Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.
-
Be positive
Berikan pembahasan yang baik terhadap suatu perkara buruk. Dengan demikian, kita menjadi berkat untuk diri kita sendiri dan orang lain.
Tuhan belum selesai dengan kehidupan kita. Oleh sebab itu, jangan membatasi Tuhan dengan kelemahan kita bahkan keadaan sekeliling kita.
Serahkan segala kekuatiran kita sebab Ia terlebih sanggup memelihara kehidupan kita dan menjadikan kita lebih dari pemenang. Carilah Pimpinan dan Tuntunan Tuhan maka semua akan ditambahkan oleh Tuhan sesuai dengan Hikmat dan KemuliaanNya sebab bagi Tuhan tak ada yang mustahil. Belajar untuk rendah hati dalam belajar dan menyerap semua informasi yang membangun. Tuhan rindu membawa kita ke tempat yang lebih besar lagi dimana Tuhan ingin ada karya indah sedang dikerjakan dalam hidup kita untuk Kemuliaan Tuhan.
- Published in The Shepherd's Voice
Khotbah Pdm. Evie Mehita : Pelayanan Yesus
Kisah Yesus memberi makan 5000 orang adalah kisah mujizat Yesus yang sangat terkenal; Kisah ini tercatat di semua kitab Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes). Yesus dan murid-Nya hendak menyepi dan beristirahat, tetapi banyak orang yang mengikuti Yesus. Yesus tergerak oleh kasih dan melayani mereka (Matius 14:13-14, Markus 6:30-31).
Apa yang dapat kita pelajari dari pelayanan Yesus?
1. Pelayanan Yesus tidak egois
Pelayanan Yesus bukan pelayanan yang egois, tetapi ada kasih di dalam pelayanan-Nya. Sekalipun Yesus dan murid-Nya lelah dan belum makan, tetapi Yesus tetap menerima orang-orang itu dengan kasih.
2. Yesus menerima, mengajar, dan menyembuhkan
Yesus menerima mereka, mengajar mereka, dan menyembuhkan mereka yang sakit. Betapa di akhir jaman ini banyak orang mengalami “sakit”, mereka mengalami krisis kasih. Kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Karena itu Yesus datang ke dunia ini untuk memberikan pemulihan akan kasih; semua ini dilakukan-Nya karena Dia sangat mengasihi kita.
3. Menjadi pemberi roti
Yesus memberikan teladan bagi kita untuk memberi “makan” kepada orang-orang yang membutuhkan, bukan hanya secara jasmani, tetapi juga secara rohani.
Anak kecil itu tahu cara memberikan yang terbaik (Yoh. 6:9).
Dia memberikan apa yang ada padanya: 5 roti jelai dan 2 ikan kecil. Banyak orang mencibir dia, “Bagaimana makanan yang sangat sedikit itu bisa memberi makan 5000 orang?”. Tetapi dia memberikan semuanya di tangan Tuhan, dan Tuhan sanggup melakukan perkara besar. Belajar dari anak kecil ini, mari kita menjadi pemberi roti, bukan karena kita kaya dan punya segalanya. Tetapi ketika kita menyerahkannya di tangan Tuhan, itu sanggup memberkati banyak orang.
Apa yang ada di tanganmu saat ini? Mari belajar menjadi pemberi roti; melalui talenta, kemampuan, dan apapun yang kamu miliki. Taruh semua di tangan Tuhan, dan biarkan Tuhan yang bekerja dan menjadikannya berkat bagi banyak orang. Percayalah bahwa Tuhan tahu dengan tepat apa yang akan dikerjakan-Nya.
Terkadang Tuhan menjawab pergumulan kita dengan cara yang unik.
Tuhan bertanya kepada Filipus dimana mereka dapat membeli roti (Yoh. 6:5); bukan berarti Tuhan tidak tahu jawabannya, tetapi karena Tuhan tahu Filipus orang yang mudah ragu, sekalipun dia melihat banyak mujizat Yesus. Terkadang kita bertanya kepada Tuhan dalam pergumulan kita, Tuhan tidak langsung menjawab; Tuhan mungkin diam, atau bahkan balik bertanya. Tetapi bukan berarti Tuhan tidak tahu apa yang akan dilakukan-Nya; Dia tahu dengan tepat apa yang akan dikerjakan-Nya.
Tuhan memberikan 5000 orang itu makan sampai mereka kenyang (Yoh. 6:11). Ini berbicara Tuhan memenuhi kebutuhan kita. Tetapi banyak orang mencari-Nya karena tujuan yang lain. Mereka mencari Yesus supaya mereka kenyang, bukan karena pribadi-Nya (Yoh. 6:25-26).
Bagaimana dengan kita? Mari kita berfokus kepada pribadi Yesus, bukan hanya kepada berkat-Nya (Yoh 6:27-29).
Yesus adalah Roti Hidup sejati, roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia (Yoh 6:33). Barangsiapa datang kepada-Nya, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan haus lagi (Yoh 6:35).
Pdm. Evie Mehita
- Published in Sermons