Khotbah Pdm. Evie Mehita : Cinta adalah Hubungan
Dalam dunia ada berbagai macam hubungan. Kita patut bersyukur karena kita diciptakan memiliki perasaan. Karena dengan perasaan itu kita dapat memiliki hubungan; Hubungan dengan teman, orang tua dengan anak, hubungan dengan keluarga – Hubungan adalah anugerah Tuhan.
Kekristenan bukanlah sebuah teori atau status, tetapi sebuah hubungan; Kisah cinta antara kita dengan pencipta kita. Namun kita tidak mungkin bisa mengenal dan mencintai Tuhan, jikalau bukan Tuhan yang menyatakan cintaNya terlebih dahulu kepada manusia.
Tuhan sebagai Sahabat (Yohanes 15:13 -15)
Yesus menyebut kita sebagai sahabatNya, bukan seorang hamba. Seorang hamba hanya melakukan apa yang diperintahkan – Dia melakukannya karena kewajiban semata, tetapi sahabat melakukannya dengan bersukacita. Hamba tidak diceritakan apa yang dilakukan tuannya, tetapi sahabat saling berbagi rahasia. Tuhan sudah memberikan rahasia kerajaanNya kepada kita. Demikian jika kita memandang Yesus sebagai sahabat, maka kita akan menceritakan semua rahasia kita kepadaNya.
Yesus adalah sabahat yang baik. Sahabat yang baik menanggung semua bersama dalam suka dan duka. Di dalam kesedihan, Dia menghibur dan turut menanggung kesedihan bersama dengan kita.
Tuhan sebagai Suami / Kekasih (Yesaya 54:5-8)
Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus. (2 Korintus 11 : 2).
Kita adalah kekasih Tuhan; Kita adalah calon mempelai yang dipersiapkan ke dalam pernikahan kudus dengan Anak Domba. Dalam KBBI, kekasih artinya orang yang dicintai; tempat mencurahkan perhatian dan kasih sayang. Demikianlah Tuhan juga mengasihi kita; dan hanya ketika Tuhan terlebih dahulu menyatakan kasihNya kepada kita, maka kita dapat mencintai Tuhan.
Hubungan Kristus dengan jemaat juga digambarkan sebagai hubungan suami dengan istri (Efesus 5:22-33).
Sebagaimana istri tunduk kepada suaminya, demikianlah jemaat perlu tunduk kepada Tuhan (ay. 24). Mengapa kita perlu tunduk kepada Tuhan seperti halnya istri perlu tunduk kepada suami? [ay. 25] Istri hanya tunduk kepada suami yang mengasihi istrinya. Kristus sudah menggenapinya; Dia mengasihi kita dan memberikan segalanya, bahkan nyawaNya untuk kita. Maka kita perlu tunduk kepadaNya sebagai suami dan kekasih kita.
Suami yang baik adalah suami yang memperlakukan istrinya sebagai seseorang yang berharga (Efesus 5:28-29). Kristus melakukan itu; Dia memandang kita berharga – Kristus menjadikan kita sebagai prioritasNya. Tidak peduli seberapa kita berdosa atau tidak melakukan apapun, Dia mau kita semua diselamatkan. Ini dibuktikanNya dengan Dia mengorbankan diriNya untuk menebus setiap kita.
Cinta itu Berkorban
Cinta selalu identik dengan memberi – orang yang mencintai pasti memberi, berkorban sesuatu untuk yang dicintainya. “ Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup , yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati ” (Roma 12 : 1). Hendaklah kita mempersembahkan hidup kita yang terbaik bagi Tuhan.
Cinta itu menguduskan
untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela (Efesus 5 : 26-27).
Awal Tuhan menciptakan manusia baik adanya. Namun kini manusia penuh dengan kerusakan. Karena itulah Tuhan hendak mengembalikan kita kepada kekudusan itu. Tidak ada seorang pun yang bisa kudus, sebab kecenderungan manusia adalah pikiran yang cemar. Tuhanlah yang akan menguduskan kita; Dia memandikan dan menyucikan kita dengan air dan Firman. Artinya ada ada proses untuk mencapai kekudusan.
Cinta adalah sebuah proses.
Maka cinta kita haruslah bertumbuh. Cinta yang kekanak-kanakan hanyalah menjadi cinta yang saling menyakiti dan menjebak kita dalam ikatan jiwa yang salah. Tetapi cinta yang benar, cinta yang dewasa, akan membuat orang lain menjadi lebih baik. Demikian juga cinta kita kepada Tuhan harus terus bertumbuh. Sebuah hubungan perlu dipelihara. Kita perlu senantiasa menjaga hubungan kita dengan Tuhan, sebab sebagai manusia cinta kita seringkali bisa berubah. CintaNya sudah sempurna bagi kita, tetapi cinta kita kepada Dia harus terus bertumbuh.
Dalam Mitologi Yunani ada beberapa jenis cinta :
1. Eros – Cinta romantika, kepuasan antara laki-laki dan wanita.
2. Storge – Cinta yang bertumbuh karena kelahiran kita di sebuah keluarga.
3. Philia – Cinta persahabatan (antar sahabat).
4. Agape – Cinta yang mementingkan Tuhan.
5. Ludus – Cinta yang main-main, takut untuk berkomitmen tetapi mengumbar cinta.
6. Mania – Cinta yang harus memiliki/mendapat.
7. Pragma – Cinta yang berdasar logika, bukan dibangun berdasar kasih sayang.
8. Plautia – Cinta akan diri sendiri, obsesif dengan diri sendiri.
Sudahkan kamu punya cinta yang sejati? Miliki cinta Agape. Kita mementingkan Tuhan di atas segalanya. Kita rela memberikan segalanya bagi Tuhan.
Saat menjalin kasih dengan orang, kita memberikan hati kita kepadanya dan mengijinkan orang lain memiliki kita. Tetapi jangan lupa bahwa hidup kita adalah milik Tuhan. Saat kita sadar bahwa kita adalah kepunyaan Tuhan, maka cinta kita adalah sebuah penyerahan kepada rencana dan jalan Tuhan. Kita tidak kuatir akan hari depan dan kita menyerahkan kisah hidup kita kepada penulis dan pelukis agung, Tuhan kita.
Pdm. Evie Mehita
- Published in Sermons
Khotbah Ev. Christin Jedidah : Lepaskan Berhalamu!
Maksudku ialah : hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging – karena keduanya bertentangan – sehingga kamu setiap kali melakukan apa yang kamu kehendaki. Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat. (Galatia 5:16-18)
Rasul Paulus berbicara tentang hidup menurut Roh atau daging. Keduanya saling bertentangan, dan sebagai anak Tuhan, kita harus belajar menyalibkan kedagingan kita yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Hari-hari ini banyak orang Kristen yang ngakunya anak Tuhan, tetapi ternyata ada berhala-berhala dalam hidupnya.
Di perjanjian lama, berhala-berhala digambarkan dengan patung-patung atau dewa-dewa. Di masa sekarang, berhala bisa berbicara banyak hal yang lebih kita utamakan dibandingkan Tuhan dalam hidup kita, dan itu sangat menghambat pertumbuhan rohani kita.
Apa saja hal yang bisa menjadi berhala kita?
Penerimaan
Kita sangat mengutamakan penerimaan dan persetujuan orang lain akan apa yang kita putuskan, dan tidak bertanya kepada Tuhan. Kita hidup dari apa kata orang lain tentang kita dibandingkan apa kata Tuhan tentang kita. Tujuan hidup kita tidak lagi diselaraskan dengan tujuan Tuhan, melainkan apa yang orang lain katakan. Seringkali tidak dapat menolak orang lain, atau kondisi hati yang sangat buruk jika menolak orang lain. Ini membuat kita tidak bisa mengikuti jalan-jalan Tuhan.
Posisi/Jabatan/Kekuasaan
Kita menjadi berambisi untuk mendapatkan posisi tertentu. Berebut mencari kekuasan dengan menghalalkan segala macam cara. Hidupnya digerakkan dengan mencari pengakuan melalui jabatan dan kekuasaan. Ini juga menjadi salah satu alasan kejatuhan Lucifer; karena dia berambisi dengan jabatan dan kekuatan, dia ingin menjadi sama seperti Tuhan (Yesaya 14:12-14).
Promosi itu datangnya dari Tuhan. Jangan ambisius untuk mendapatkan jabatan, karena Tuhan tahu waktu yang terbaik untuk mengangkat kita.
Tuhan mau kita memiliki kerendahan hati (Matius 23:11). Tidak perlu mencari pengakuan dari dunia ini. Kita harus sadari bahwa posisi kita sebagai Ahli Waris Kerajaan Surga adalah posisi yang luar biasa.
Pekerjaan / Pelayanan / Studi
Menjadi orang sibuk dengan perkerjaan/ pelayanan/ studi kita tanpa berfokus kepada Tuhan, pekerjaan/ pelayanan/ studi kita telah menjadi berhala bagi kita. Kita berfokus kepada pekerjaannya, bukan kepada Tuhan lagi, atau menjadi seorang yang melayani di banyak bidang, sehingga tidak fokus beribadah menemukan Tuhan. Kita suka pelayanan sana sini, tetapi justru itu membuat kita lupa bersekutu dan berdoa dengan Tuhan. Jangan seperti Martha yang sibuk melakukan ini dan itu, tapi jadilah Maria yang mengerti bahwa bagian terbaik adalah mendengarkan Tuhan.
Oleh karena itu, kita harus bisa seimbang dalam pelayanan dan pekerjaan dengan Tuhan. Jangan kita lupa siapa yang lebih penting dari semua pelayanan kita.
Keluarga
Keluarga juga bisa menjadi berhala bagi kita. Kita lebih mencintai kelurga kita daripada Yesus. Banyak anak-anak Tuhan yang lebih mementingkan kata-kata keluarganya daripada mendengarkan kata Tuhan terhadapnya. Baik dalam melayani Tuhan, mengikuti panggilan Tuhan, ataupun mengambil keputusan untuk sungguh-sungguh sama Tuhan. Berhala ini membuat kita tidak bisa memenuhi kerinduan Tuhan buat hidup kita, karena seringkali kita tidak mendengarkan Tuhan dan lebih mendengarkan apa kata keluarga kita.
Kekayaan / Materi
Orang dengan berhala ini adalah penganut Teologi kemakmuran. Harta dan kekayaannya menjadi berhala dan lebih diutamakan daripada Tuhan. Tidak suka memberikan persembahan buat Tuhan, karena sayang dengan uangnya. Lebih baik mencari banyak uang dan terus bekerja cari uang daripada pergi beribadah.
Gereja / Denominasi
Gereja juga bisa menjadi berhala, ketika kita terlalu mengkhususkan nama gereja, denominasi, aliran, atau kita terlalu mengagungkan hamba Tuhan daripada Tuhan. Bahkan ada yang sampai selalu menyetujui semua pengajarannya dan tidak menyaring hal-hal yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan.
Hobi dan Me Time
Hobi-hobi kita bisa menjadi berhala juga dalam hidup kita, misalnya mengidolakan Bintang Film berlebihan, main handphone, intenet, atau games terus menerus, dan tidak punya waktu untuk Tuhan. menghabiskan semua waktu untuk kepuasan diri sendiri, dan tidak memiliki tujuan ke arah Tuhan.
Mari kita sungguh-sungguh hidup untuk Tuhan. Jangan kita memiliki berhala dan bersahabat dengan dunia ini. Sebab Firman Tuhan katakan, Persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah (Yakobus 4:4). Tuhan mau kita hidup dan hati kita utuh diberikan untuk Tuhan.
Jangan kuatir dengan segala sesuatu, karena Tuhan tahu yang terbaik untuk kita. Mungkin kita tidak sadar memiliki berhala-berhala dalam hidup kita, hari ini mari kita sadari dan lepaskan semua berhala kita, dan Tuhan yang akan memegang hidup kita.
- Published in Sermons
Khotbah Ev. Christin Jedidah : Keluarga Allah
Kristus menciptakan kita serupa dengan-Nya dalam satu iman dan satu keluarga
Gereja tidak berbicara mengenai nama denominasi, organisasi, maupun gedung tempat beribadah. Namun, gereja adalah sebuah organisme kehidupan. Gereja adalah sebuah keluarga. Sudahkah kita merasa bahwa gereja ini keluarga di dalam Kristus, bahwa gereja ialah keluarga rohani kita? Jika ada hubungan keluarga jasmani, persahabatan, pertemanan, ada juga ada hubungan yang dinamakan hubungan dalam satu keluarga rohani. Gereja juga bukan sekedar komunitas, tempat kumpul saja, berkumpul bersama-sama karena tidak ada kerjaan, paksaan, atau karena ada banyak makanan pada saat itu.
Apa itu keluarga?
Tentu kita tidak asing lagi dengan kata yang satu ini. Keluarga adalah bagian terkecil yang membentuk masyarakat. Dalam keluarga, kita mulai mempelajari tentang berbagai hal. Keluarga merupakan bagian terdekat dalam hidup kita. Seringkali, kita cenderung tampil apa adanya pada keluarga kita. Ada keterbukaan, baik itu dalam hal penampilan, cara bicara, dan lain sebagainya.
Keluarga Rohani
Keluarga rohani ialah keluarga yang dipersatukan dalam Kristus, yaitu orang-orang yang ditemukan oleh kasih anugerah-Nya dan disatukan dalam rencana-Nya yang mulia. Ada beberapa ciri keluarga rohani yang benar, yaitu:
Di dalam sebuah keluarga rohani, seseorang tidak perlu mengenakan topeng.
Seorang anggota keluarga belajar untuk membuka setiap topeng dan kubu pikiran mereka untuk dipulihkan dan disempurnakan dalam Kristus. Ada suatu dasar kasih yang benar, bahwasanya teguran dari pemimpin ialah suatu bentuk kasih sayang dalam keluarga. Amsal 27:6 menyatakan, “Seorang kawan memukul dengan maksud baik.” Demikian pula kawan-kawan kita dalam persekutuan di dalam Kristus.
Di dalam sebuah keluarga rohani, ada rasa percaya antara satu anggota dengan anggota keluarga yang lain.
Ciri kedua yang terdapat dalam sebuah keluarga yaitu rasa percaya. Rasa percaya mengalahkan segala kebimbangan dan keraguan dalam hati. Sebab di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih (1 Yohanes 4:18). Adanya rasa percaya berarti ketiadaan rasa curiga antar tubuh Kristus. Dari sinilah muncul sebuah kesatuan hati. Sudahkah kita membangun rasa percaya, sehati, dan sepikir di dalam Kristus.
Di dalam sebuah keluarga rohani, Yesus merupakan kepala keluarga dan gereja ialah tubuh-Nya.
Iblis sangat menyukai perpecahan. Bilamana ada damai sejahtera, Iblis selalu mengambil celah untuk masuk dan memporakporandakan keadaan tersebut. Oleh karena itu, apabila terjadi perpecahan di dalam tubuh Kristus, yakni antar sesama anggota keluarga rohani, ingatlah Efesus 6:12. Bahwasanya, “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” Oleh karena itu, jangan biarkan Iblis mencuri kasih dan damai sejahtera Allah melalui ketegangan yang ada di antara kita. Tetapi, milikilah karakter kasih Allah agar kita dimampukan untuk memaafkan kesalahan anggota keluarga kita. Pernahkah Anda mendengar mengenai “mantan keluarga”? Sungguh aneh bukan? Sebab, tidak ada istilah demikian. Seorang anak yang mengalami perseteruan di dalam keluarga, tidak pernah pergi dan mencari keluarga lain. Ia mungkin kabur dari rumah, terhilang dan tersesat, tetapi keluarganya selalu ada untuk menerima dia kembali untuk pulang ke rumah yakni keluarganya yang sejati.
Di dalam sebuah keluarga rohani, ada kasih tak bersyarat.
Beberapa keluarga jasmani mungkin memaparkan kasih yang bersyarat, karena pada dasarnya, kita memang masih hidup dan berinteraksi di dunia dengan manusia yang penuh keterbatasan dalam mengasihi. Namun dalam keluarga rohani yang benar, ada kasih yang benar pula yakni bentuk kasih yang tak bersyarat. Paulus menyatakan dalam surat 1 Korintus 13:1, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.”
Dalam sebuah hubungan, entah seperti apa pun bentuknya, yaitu keluarga, jalinan kasih, persahabatan, diperlukan kasih dan pengampunan untuk mempertahankan hubungan tersebut. Kita memiliki kecenderungan untuk membentuk suatu benteng-benteng tertentu di dalam pikiran kita. Luka-luka lama yang terbentuk dari hubungan yang tidak berakhir dengan baik di masa lalu kita membawa banyak sekali masalah dalam hubungan-hubungan kita berikutnya di masa depan. Bahwasanya, hati ini bagaikan sebuah cermin, ketika ia menerima sesuatu, ia cenderung memberikan hal serupa kepada orang lain. Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena seperti yang dinyatakan dalam 2 Korintus 10:4-5 bahwa, “…senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus.”
Mengapa Gereja disebut sebagai sebuah Keluarga?
Ada hubungan yang spesial dalam sebuah jalinan darah dalam keluarga. Seorang pegawai tidak mungkin akan mendapatkan sepeser pun dari si bos apabila ia resign dari tempat kerjanya. Namun bagaimana dengan seorang anak? Tentu ia berhak untuk mendapatkan warisan dari si bos, sang ayah. Begitu pula dalam gereja. Gereja disebut sebagai keluarga karena ada suatu warisan jubah karunia-karunia, tongkat estafet para pemimpin. Seperti Elia yang menyerahkan jubahnya kepada Elisa, demikian pula orang tua rohani kita akan memberikan juga suatu harta untuk diwariskan kepada kita (1 Raja-raja 19:19-21). Ada suatu genetik rohani yang dapat diturunkan kepada anak rohani, yang berakar dari Kristus. Inilah pentingnya suatu komitmen dalam sebuah keluarga, agar seorang anak siap menerima warisan yang diperuntukkan baginya.
Ketika memiliki hati yang dipulihkan, kita dimampukan untuk memikirkan hal-hal yang baik di mata Tuhan (Filipi 4:8).
Lawanlah kejahatan dengan kebaikan, cara satu-satunya untuk mengalahkan Iblis yaitu dengan memiliki sifat dan karakter Allah yang penuh kasih dan pengampunan, bukan dengan memiliki karakter Iblis yang penuh dendam dan perpecahan.
- Published in Sermons