Khotbah Pdm. Evie Mehita : Rahasia Gereja Pemuridan
Sebelum Tuhan Yesus naik ke Surga, Ia memberikan pesan terakhir yang dikenal sebagai Amanat Agung. Ia naik ke Surga meninggalkan murid-muridNya dan tidak akan kembali lagi dengan tubuh manusia. Tuhan Yesus mempercayakan dunia ini kepada setiap orang percaya. Ia meninggalkan warisan yaitu Amanat Agung (Matius 28:18-20 ) kepada setiap orang percaya yang masih ada di dalam dunia.
Pesan Amanat Agung Tuhan Yesus dimulai dengan “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.” Warisan Amanat Agung berbicara tentang tugas yang belum selesai dan harus dilanjutkan oleh semua orang percaya.
Tuhan Yesus memberikan kita kuasa untuk menerima dan menyelesaikan tugas misiNya. Kuasa menjadi salah satu kata kunci atau pesan penting di dalam Amanat Agung.
“Karena itu pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, (ayat 19).” Pemuridan bukan hal asing karena sudah dimulai dari Perjanjian Lama. Pemuridan pertama kali dimulai dari keluarga sehingga banyak perintah di PL agar orang tua sejak kecil membawa anak-anak mereka mengenal Tuhan. Akan tetapi banyak orang tua yang gagal memuridkan anak-anaknya padahal pemuridan adalah hal yang sederhana yaitu membawa orang untuk mengenal Tuhan. Pemuridan dimulai dari keseharian seperti hubungan antara Musa dan Yosua, Elia dan Elisa. Ada impartasi dan teladan dalam hubungan keseharian, itulah pemuridan. Perintah mengenai pemuridan diulang kembali di PB sesaat sebelum Tuhan Yesus naik ke Surga.
Sebuah survey mengatakan hanya 10% jemaat yang bisa “memberi makan diri sendiri”, selain dari itu sangat tergantung dari pemimpin rohani, tidak memiliki kesadaran untuk belajar Firman Tuhan melalui doa dan saat teduh.
Kerinduan Tuhan bukanlah melihat gerejaNya menjadi besar tetapi melihat gerejaNya bertumbuh.
Selain itu, survey berikutnya mengatakan bahwa hanya ada 2% jemaat di dalam gereja yang memuridkan orang lain. Ini adalah fakta yang mengerikan padahal pemuridan adalah perintah Tuhan Yesus kepada semua orang percaya dan kunci agar gereja mengalami transformasi. Gereja Tuhan di akhir zaman harus menjadi gereja yang memuridkan.
Iblis memberikan 3 tipu daya mengenai pemuridan, diantaranya:
Pemuridan itu sulit.
Hal ini membuat banyak anak Tuhan tidak berani memuridkan orang lain, bahkan banyak orang Kristen tidak berani bersaksi.
Pemuridan itu otomatis terjadi.
Hal ini adalah salah karena pemuridan adalah sesuatu yang perlu diusahakan. Ada hubungan yang perlu dibangun, ada harga yang perlu dibayar dan ada disiplin sebagai seorang murid. Orang yang lahir baru tidaklah otomatis menjadi murid, ia harus dibentuk, belajar menyangkal diri dan memikul salib setiap hari.
Pemuridan adalah pilihan.
Pemuridan bukanlah pilihan, tetapi semua orang percaya dipanggil masuk untuk menundukkan diri kepada otoritas Tuhan dan pemimpin yang dipercaya Tuhan atas hidup kita. Pemuridan tidak mengenal usia maupun status, semua orang dipanggil masuk ke dalam pemuridan.
Murid memiliki ciri utama yaitu belajar. Ketika kita berhenti untuk belajar, artinya kita berhenti menjadi murid.
Seumur hidup kita sebagai orang percaya, kita harus terus belajar dan diproses di dalam Tuhan. Banyak orang lebih suka dengan acara yang ada di dalam gereja daripada pemuridan, karena pemuridan membutuhkan harga di dalam sebuah hubungan.
Seorang yang lahir baru haruslah dibawa ke dalam kebenaran dan kebiasaan yang baru, seperti orang tua yang mengajari anaknya untuk mencuci tangan dan berdoa sebelum makan. Anak kecil perlu diajari terus menerus untuk hidup dalam kebiasaan yang baru dan benar sehingga ketika ia beranjak dewasa hal tersebut bukan lagi menjadi sebuah peraturan melainkan gaya hidup. Tidak hanya itu, apabila orang percaya tersebut sudah bertumbuh didalam gaya hidup kebenaran, kita harus menghubungkan mereka ke dalam gereja lokal sebagai persekutuan orang percaya. Disitulah orang percaya tersebut belajar untuk melayani dan mengaktifkan setiap talenta.
Pemuridan membutuhkan usaha yang harus dilakukan oleh orang percaya. Pemuridan tidaklah susah, pemuridan membutuhkan kesengajaan dan usaha. Keberhasilan dari gereja Tuhan bukanlah menjadi besar dan terkenal tetapi taat terhadap misi Tuhan.
Galatia 2:20 yang berbunyi “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” menjelaskan harga dari pemuridan sebuah pemuridan, yaitu:
- Disalibkan bersama dengan Kristus
- Bukan aku, tapi Kristus yang hidup didalam aku
- Hidup oleh iman
Geroge Muller pernah berkata, “aku merasakan perubahan total dalam hatiku, aku menyerahkan seluruh hidupku kepada Tuhan, kehormatan, kesenangan, uang, kekuatan fisik, kekuatan mental, semua aku persembahkan kepada Yesus. Aku menjadi pecinta Firman Tuhan dan Tuhan menjadi segala-galanya bagiku.” Inilah contoh dari orang yang mengalami Galatia 2:20, hidup yang mengalami perubahan.
- Published in Sermons
Khotbah Pdm. Evie Mehita : Cinta adalah Hubungan
Dalam dunia ada berbagai macam hubungan. Kita patut bersyukur karena kita diciptakan memiliki perasaan. Karena dengan perasaan itu kita dapat memiliki hubungan; Hubungan dengan teman, orang tua dengan anak, hubungan dengan keluarga – Hubungan adalah anugerah Tuhan.
Kekristenan bukanlah sebuah teori atau status, tetapi sebuah hubungan; Kisah cinta antara kita dengan pencipta kita. Namun kita tidak mungkin bisa mengenal dan mencintai Tuhan, jikalau bukan Tuhan yang menyatakan cintaNya terlebih dahulu kepada manusia.
Tuhan sebagai Sahabat (Yohanes 15:13 -15)
Yesus menyebut kita sebagai sahabatNya, bukan seorang hamba. Seorang hamba hanya melakukan apa yang diperintahkan – Dia melakukannya karena kewajiban semata, tetapi sahabat melakukannya dengan bersukacita. Hamba tidak diceritakan apa yang dilakukan tuannya, tetapi sahabat saling berbagi rahasia. Tuhan sudah memberikan rahasia kerajaanNya kepada kita. Demikian jika kita memandang Yesus sebagai sahabat, maka kita akan menceritakan semua rahasia kita kepadaNya.
Yesus adalah sabahat yang baik. Sahabat yang baik menanggung semua bersama dalam suka dan duka. Di dalam kesedihan, Dia menghibur dan turut menanggung kesedihan bersama dengan kita.
Tuhan sebagai Suami / Kekasih (Yesaya 54:5-8)
Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus. (2 Korintus 11 : 2).
Kita adalah kekasih Tuhan; Kita adalah calon mempelai yang dipersiapkan ke dalam pernikahan kudus dengan Anak Domba. Dalam KBBI, kekasih artinya orang yang dicintai; tempat mencurahkan perhatian dan kasih sayang. Demikianlah Tuhan juga mengasihi kita; dan hanya ketika Tuhan terlebih dahulu menyatakan kasihNya kepada kita, maka kita dapat mencintai Tuhan.
Hubungan Kristus dengan jemaat juga digambarkan sebagai hubungan suami dengan istri (Efesus 5:22-33).
Sebagaimana istri tunduk kepada suaminya, demikianlah jemaat perlu tunduk kepada Tuhan (ay. 24). Mengapa kita perlu tunduk kepada Tuhan seperti halnya istri perlu tunduk kepada suami? [ay. 25] Istri hanya tunduk kepada suami yang mengasihi istrinya. Kristus sudah menggenapinya; Dia mengasihi kita dan memberikan segalanya, bahkan nyawaNya untuk kita. Maka kita perlu tunduk kepadaNya sebagai suami dan kekasih kita.
Suami yang baik adalah suami yang memperlakukan istrinya sebagai seseorang yang berharga (Efesus 5:28-29). Kristus melakukan itu; Dia memandang kita berharga – Kristus menjadikan kita sebagai prioritasNya. Tidak peduli seberapa kita berdosa atau tidak melakukan apapun, Dia mau kita semua diselamatkan. Ini dibuktikanNya dengan Dia mengorbankan diriNya untuk menebus setiap kita.
Cinta itu Berkorban
Cinta selalu identik dengan memberi – orang yang mencintai pasti memberi, berkorban sesuatu untuk yang dicintainya. “ Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup , yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati ” (Roma 12 : 1). Hendaklah kita mempersembahkan hidup kita yang terbaik bagi Tuhan.
Cinta itu menguduskan
untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela (Efesus 5 : 26-27).
Awal Tuhan menciptakan manusia baik adanya. Namun kini manusia penuh dengan kerusakan. Karena itulah Tuhan hendak mengembalikan kita kepada kekudusan itu. Tidak ada seorang pun yang bisa kudus, sebab kecenderungan manusia adalah pikiran yang cemar. Tuhanlah yang akan menguduskan kita; Dia memandikan dan menyucikan kita dengan air dan Firman. Artinya ada ada proses untuk mencapai kekudusan.
Cinta adalah sebuah proses.
Maka cinta kita haruslah bertumbuh. Cinta yang kekanak-kanakan hanyalah menjadi cinta yang saling menyakiti dan menjebak kita dalam ikatan jiwa yang salah. Tetapi cinta yang benar, cinta yang dewasa, akan membuat orang lain menjadi lebih baik. Demikian juga cinta kita kepada Tuhan harus terus bertumbuh. Sebuah hubungan perlu dipelihara. Kita perlu senantiasa menjaga hubungan kita dengan Tuhan, sebab sebagai manusia cinta kita seringkali bisa berubah. CintaNya sudah sempurna bagi kita, tetapi cinta kita kepada Dia harus terus bertumbuh.
Dalam Mitologi Yunani ada beberapa jenis cinta :
1. Eros – Cinta romantika, kepuasan antara laki-laki dan wanita.
2. Storge – Cinta yang bertumbuh karena kelahiran kita di sebuah keluarga.
3. Philia – Cinta persahabatan (antar sahabat).
4. Agape – Cinta yang mementingkan Tuhan.
5. Ludus – Cinta yang main-main, takut untuk berkomitmen tetapi mengumbar cinta.
6. Mania – Cinta yang harus memiliki/mendapat.
7. Pragma – Cinta yang berdasar logika, bukan dibangun berdasar kasih sayang.
8. Plautia – Cinta akan diri sendiri, obsesif dengan diri sendiri.
Sudahkan kamu punya cinta yang sejati? Miliki cinta Agape. Kita mementingkan Tuhan di atas segalanya. Kita rela memberikan segalanya bagi Tuhan.
Saat menjalin kasih dengan orang, kita memberikan hati kita kepadanya dan mengijinkan orang lain memiliki kita. Tetapi jangan lupa bahwa hidup kita adalah milik Tuhan. Saat kita sadar bahwa kita adalah kepunyaan Tuhan, maka cinta kita adalah sebuah penyerahan kepada rencana dan jalan Tuhan. Kita tidak kuatir akan hari depan dan kita menyerahkan kisah hidup kita kepada penulis dan pelukis agung, Tuhan kita.
Pdm. Evie Mehita
- Published in Sermons
Khotbah Pdm. Evie Mehita : Hati Bapa dan Hati Anak
Banyak orang mempertanyakan bagaimana kita bisa memahami hati Bapa. Seringkali untuk memahami hati sesama saja tidak mudah, apalagi Tuhan yang tidak kelihatan. Karena itu manusia tidak bisa mengenal Hati Bapa kecuali Tuhan sendiri yang menyatakannya.
Tuhan Kita adalah Tuhan yang penuh kasih dan selalu punya insiatif untuk menjumpai umatNya.
Dari sejak masa Perjanjian Lama Tuhan selalu rindu hadir di tengah umatNya, sehingga Tuhan memerintahkan Musa untuk membangun mezbah. Dia rindu memimpin, menuntun umatNya, dan berbicara kepada mereka lewat nabi-nabi, bahkan bertheofani untuk menjumpai manusia. Hingga puncak penggenapannya pada masa Perjanjian Baru, dimana Tuhan turun ke dunia sebagai manusia dalam rupa Yesus Kristus.
Bagaimana kita bisa mengenal hati Bapa?
Kita mengenalnya melalui Yesus (Yoh 1:18). Dengan mengenal Yesus, maka kita mengerti hati Bapa (Yoh. 14:6-14). Firman Tuhan akan membantu kita mengenal Yesus. Karena itu, kita perlu membaca alkitab dan memiliki pengalaman dengan Yesus; itu yang membuat kita dapat mengenal hati Bapa.
Tuhan menjanjikan adanya roh dan kuasa Elia, yakni pemulihan hati Bapa dan anak (Luk. 1:16-17). Dimana hati Bapa berbalik kepada anak, dan hati anak kepada Bapa.
Hati yang berbalik antara bapa dengan anak adalah ketika anak itu mau taat, mau dibentuk, mau diubahkan, dan mau diajar. Ini bukan hanya berbicara tentang hubungan kita dengan Bapa di surga, tetapi juga pentingnya kita memiliki bapa rohani dalam kehidupan bergereja. Sama halnya seperti Paulus yang menjadi bapa rohani untuk anak-anaknya dalam Yesus karena injil yang diberitakannya (1 Kor 4:14-16).
Sebagai seorang anak, kita perlu tahu cara memperlakukan ayah kita di dalam Tuhan.
Belajar dari kisah anak-anak Nuh : Ham tidak menghormati ayahnya, tetapi Sem dan Yafet tahu cara menghormati ayahnya (Kej. 9:23). Sem dan Yafet memiliki “hati anak”. Demikian juga dengan Daud; Dia menghormati Saul sebagai otoritas di atasnya. Berbeda dengan anaknya, Absalom, yang memberontak dan melawan ayahnya sendiri. Tetapi Daud memiliki “hati bapa”, dimana dia menangisi dan mengasihi Absalom, sekalipun banyak perbuatan jahat yang dilakukannya.
Adakah engkau memiliki bapa rohani? Mengapa Bapa? Karena bapa memegang peranan penting. Sebab dari seorang bapa-lah kita memperoleh benih Ilahi, mimpi, visi, identitas, nama, ajaran, warisan iman, dan janji Tuhan. Ketika kita memilikinya, maka kita akan memperoleh semuanya itu.
Jangan hanya puas menjadi pengunjung gereja, tetapi mari kita memiliki bapa rohani, keluarga rohani, dan mau dimuridkan. Dan kita akan diberikan warisan dan mimpi Tuhan yang luar biasa untuk kita kerjakan. Mari bersama membangun dan mengerjakan mimpi Tuhan!
- Published in Sermons
Khotbah Ev. Silvia Marryasa Hannah : Tingkatkan Level Ketaatanmu
“Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.” (1 Samuel 15:22)
Hari-hari ini begitu banyak suara lain yang bisa mengubah dan menggerakkan keputusan kita. Iblis berusaha untuk mengalihkan fokus kita: membuat kita melakukan begitu banyak hal, sehingga kita lupa untuk mendengarkan suara Tuhan dan mencari tahu apa yang Tuhan mau dalam hidup kita.
Kita adalah anak-anak Tuhan; dan sebagai domba, kita seharusnya bisa mendengar suara gembala kita. Tetapi begitu banyak hal yang bisa mengalihkan kita untuk tidak sungguh-sungguh mendengarkan suara Tuhan.
Semakin kita mau menuju next level dalam hidup kita, Iblis akan semakin berusaha mengaburkan suara Tuhan. Karena itu, kita perlu memiliki hubungan yang semakin intim dengan Tuhan. Karena di dalam hubungan yang intim dengan Tuhan akan menghasilkan ketaatan yang benar.
Ada beberapa level ketaatan:
Taat karena Perintah (Level Anak-Anak)
Sama halnya dengan anak-anak, mereka hanya mau melakukan sesuatu ketika diperintah. Anak-anak yang belum mengerti apa-apa, hanya akan melakukan sesuatu karena disuruh oleh orang lain. Orang yang memiliki tingkat ketaatan di level anak-anak ini, hanya melakukan segala sesuatu karena diperintah; bukan karena keinginan sendiri, sehingga ada kecenderungan “terpaksa” dan menganggap hal yang dilakukannya adalah sebuah beban.
Taat karena Reward (Level Remaja)
Di level ini, mereka melakukan segala sesuatu karena mendapatkan penghargaan atau takut dihukum ketika tidak melakukannya. Ketaatan mereka menjadi sebuah ketaatan yang bersyarat. Banyak anak Tuhan yang mau melakukan perintah Tuhan supaya mendapatkan imbalan: berkat atau janji Tuhan dalam hidup mereka.
Taat karena Hubungan (Level Dewasa)
Ini adalah sebuah level ketaatan yang dewasa; Ketaatan karena kita memiliki hubungan kasih dengan Tuhan. Ketaatan yang timbul karena kita memiliki rasa percaya kepada Tuhan. Rasa percaya kita timbul karena kita memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan.
Tuhan mau ketaatan kita bertumbuh: Kita taat bukan karena perintah atau janji Tuhan saja, tetapi kita taat karena kita bergaul karib dengan Tuhan. Kita harus menambah level kasih kita kepada Tuhan, sehingga level ketaatan kita bertumbuh.
Abraham adalah sebuah contoh seorang yang memiliki ketaatan yang dewasa dengan Tuhan. Dia mendengarkan suara Tuhan dan dia taat dengan perkataan Tuhan dalam hidupnya. Dia meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke negeri yang Tuhan tunjukkan (Kej. 12:1). Dia juga taat ketika Tuhan memintanya untuk mempersembahkan anak yang paling di kasihinya (Kej 22:1-10). Ketaatan Abraham kepada Tuhan karena dia memiliki kepercayaan penuh kepada Tuhan. Dan kepercayaannya kepada Tuhan timbul karena kedekatannya dengan Tuhan.
Apakah suara Tuhan menjadi begitu penting dalam hidupmu? Mari kita memiliki pergaulan yang karib dengan Tuhan. Tingkatkan level kasihmu kepada Tuhan dan milikilah ketaatan yang bertumbuh dalam Tuhan.
- Published in Sermons
Khotbah Ev. Christin Jedidah : Keluarga Allah
Kristus menciptakan kita serupa dengan-Nya dalam satu iman dan satu keluarga
Gereja tidak berbicara mengenai nama denominasi, organisasi, maupun gedung tempat beribadah. Namun, gereja adalah sebuah organisme kehidupan. Gereja adalah sebuah keluarga. Sudahkah kita merasa bahwa gereja ini keluarga di dalam Kristus, bahwa gereja ialah keluarga rohani kita? Jika ada hubungan keluarga jasmani, persahabatan, pertemanan, ada juga ada hubungan yang dinamakan hubungan dalam satu keluarga rohani. Gereja juga bukan sekedar komunitas, tempat kumpul saja, berkumpul bersama-sama karena tidak ada kerjaan, paksaan, atau karena ada banyak makanan pada saat itu.
Apa itu keluarga?
Tentu kita tidak asing lagi dengan kata yang satu ini. Keluarga adalah bagian terkecil yang membentuk masyarakat. Dalam keluarga, kita mulai mempelajari tentang berbagai hal. Keluarga merupakan bagian terdekat dalam hidup kita. Seringkali, kita cenderung tampil apa adanya pada keluarga kita. Ada keterbukaan, baik itu dalam hal penampilan, cara bicara, dan lain sebagainya.
Keluarga Rohani
Keluarga rohani ialah keluarga yang dipersatukan dalam Kristus, yaitu orang-orang yang ditemukan oleh kasih anugerah-Nya dan disatukan dalam rencana-Nya yang mulia. Ada beberapa ciri keluarga rohani yang benar, yaitu:
Di dalam sebuah keluarga rohani, seseorang tidak perlu mengenakan topeng.
Seorang anggota keluarga belajar untuk membuka setiap topeng dan kubu pikiran mereka untuk dipulihkan dan disempurnakan dalam Kristus. Ada suatu dasar kasih yang benar, bahwasanya teguran dari pemimpin ialah suatu bentuk kasih sayang dalam keluarga. Amsal 27:6 menyatakan, “Seorang kawan memukul dengan maksud baik.” Demikian pula kawan-kawan kita dalam persekutuan di dalam Kristus.
Di dalam sebuah keluarga rohani, ada rasa percaya antara satu anggota dengan anggota keluarga yang lain.
Ciri kedua yang terdapat dalam sebuah keluarga yaitu rasa percaya. Rasa percaya mengalahkan segala kebimbangan dan keraguan dalam hati. Sebab di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih (1 Yohanes 4:18). Adanya rasa percaya berarti ketiadaan rasa curiga antar tubuh Kristus. Dari sinilah muncul sebuah kesatuan hati. Sudahkah kita membangun rasa percaya, sehati, dan sepikir di dalam Kristus.
Di dalam sebuah keluarga rohani, Yesus merupakan kepala keluarga dan gereja ialah tubuh-Nya.
Iblis sangat menyukai perpecahan. Bilamana ada damai sejahtera, Iblis selalu mengambil celah untuk masuk dan memporakporandakan keadaan tersebut. Oleh karena itu, apabila terjadi perpecahan di dalam tubuh Kristus, yakni antar sesama anggota keluarga rohani, ingatlah Efesus 6:12. Bahwasanya, “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” Oleh karena itu, jangan biarkan Iblis mencuri kasih dan damai sejahtera Allah melalui ketegangan yang ada di antara kita. Tetapi, milikilah karakter kasih Allah agar kita dimampukan untuk memaafkan kesalahan anggota keluarga kita. Pernahkah Anda mendengar mengenai “mantan keluarga”? Sungguh aneh bukan? Sebab, tidak ada istilah demikian. Seorang anak yang mengalami perseteruan di dalam keluarga, tidak pernah pergi dan mencari keluarga lain. Ia mungkin kabur dari rumah, terhilang dan tersesat, tetapi keluarganya selalu ada untuk menerima dia kembali untuk pulang ke rumah yakni keluarganya yang sejati.
Di dalam sebuah keluarga rohani, ada kasih tak bersyarat.
Beberapa keluarga jasmani mungkin memaparkan kasih yang bersyarat, karena pada dasarnya, kita memang masih hidup dan berinteraksi di dunia dengan manusia yang penuh keterbatasan dalam mengasihi. Namun dalam keluarga rohani yang benar, ada kasih yang benar pula yakni bentuk kasih yang tak bersyarat. Paulus menyatakan dalam surat 1 Korintus 13:1, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.”
Dalam sebuah hubungan, entah seperti apa pun bentuknya, yaitu keluarga, jalinan kasih, persahabatan, diperlukan kasih dan pengampunan untuk mempertahankan hubungan tersebut. Kita memiliki kecenderungan untuk membentuk suatu benteng-benteng tertentu di dalam pikiran kita. Luka-luka lama yang terbentuk dari hubungan yang tidak berakhir dengan baik di masa lalu kita membawa banyak sekali masalah dalam hubungan-hubungan kita berikutnya di masa depan. Bahwasanya, hati ini bagaikan sebuah cermin, ketika ia menerima sesuatu, ia cenderung memberikan hal serupa kepada orang lain. Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena seperti yang dinyatakan dalam 2 Korintus 10:4-5 bahwa, “…senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus.”
Mengapa Gereja disebut sebagai sebuah Keluarga?
Ada hubungan yang spesial dalam sebuah jalinan darah dalam keluarga. Seorang pegawai tidak mungkin akan mendapatkan sepeser pun dari si bos apabila ia resign dari tempat kerjanya. Namun bagaimana dengan seorang anak? Tentu ia berhak untuk mendapatkan warisan dari si bos, sang ayah. Begitu pula dalam gereja. Gereja disebut sebagai keluarga karena ada suatu warisan jubah karunia-karunia, tongkat estafet para pemimpin. Seperti Elia yang menyerahkan jubahnya kepada Elisa, demikian pula orang tua rohani kita akan memberikan juga suatu harta untuk diwariskan kepada kita (1 Raja-raja 19:19-21). Ada suatu genetik rohani yang dapat diturunkan kepada anak rohani, yang berakar dari Kristus. Inilah pentingnya suatu komitmen dalam sebuah keluarga, agar seorang anak siap menerima warisan yang diperuntukkan baginya.
Ketika memiliki hati yang dipulihkan, kita dimampukan untuk memikirkan hal-hal yang baik di mata Tuhan (Filipi 4:8).
Lawanlah kejahatan dengan kebaikan, cara satu-satunya untuk mengalahkan Iblis yaitu dengan memiliki sifat dan karakter Allah yang penuh kasih dan pengampunan, bukan dengan memiliki karakter Iblis yang penuh dendam dan perpecahan.
- Published in Sermons
PIC (Pro-M Impact City) : 5 Bahasa Kasih
Sabtu 5 Mei 2018 lalu PIC kembali mengadakan Ibadah Dewasa Muda dengan tema 5 Language Of Love, dengan Pembicara Tamu Ko Edey Santoso Pendiri Shallom Family Ministry dan Ce Shinta Oktaviani seorang Psychology Consulting. Agar dewasa muda yang hadir lebih memahami materi maka terlebih dahulu mereka diminta mengisi test agar mengetahui apa bahasa kasih mereka masing-masing. Setelah test selesai maka sesi pun dimulai dengan pembahasan dari sisi ilmu Psikologi.
Ce Shinta menjabarkan dengan contoh anak kecil berusia 2-3 tahun, akan mulai belajar tentang otonomi, yaitu bagaimana mereka diberi kesempatan untuk eksplore sehingga mereka dapat belajar mandiri. Oleh karena itu sebagai orang tua atau guru kita tidak dapat membatasi perkembangan seorang anak. Tahap selanjutnya adalah tahap Sekolah Dasar. Tahap ini berbeda lagi, karena mereka mulai belajar serius dengan pelajarannya. Tahap remaja adalah tahap pencarian identitas untuk diakui, ketika ia merasa diterima oleh lingkungan maka ia akan merasa lebih percaya diri. Tahap berikutnya 20-30 tahunan adalah masuk kategori dewasa awal dan seterusnya, yang tentu saja setiap tahapnya memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
Identitas personal yang kuat sangat penting untuk membangun sebuah hubungan. Jika identitas personal kita kurang kuat maka akan mempengaruhi kemampuan kita dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain dan pasangan. Dalam kesempatan ini, Ce Shinta juga mengaitkan bahasa kasih dengan kepribadian Kolerik, Sanguinis, Melankolis dan Plegmatis.
Jika kita sudah mengenal diri kita maka selanjutnya kita melihat pada teori kebutuhan dari Abraham Maslow. Kebutuhan yang paling dasar adalah kebutuhan fisik, seperti makanan dan minuman. Jika kita berhenti pada kebutuhan fisik saja, maka kita tidak akan dapat berkembang pada kebutuhan selanjutnya, seperti kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial (kebutuhan berelasi), kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan paling puncak adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jadi kita harus cek sampai mana tingkat kebutuhan kita.
Selanjutnya sesi dilanjutkan dengan penjelasan dari Ko Edey yang mengupas dari sudut kebenaran firman Tuhan yaitu tentang 4 M. Sebagaimana kita ketahui Gary Chapman membagi bahasa kasih menjadi 5 jenis yaitu :
- Sentuhan Fisik
- Kata-kata penyemangat/dorongan/pujian
- Waktu berkualitas
- Hadiah
- Layanan
Namun bagaimana cara kita menerapkan atau mengkomunikasikan bahasa kasih dalam kehidupan kita sehari-hari? Terutama bagi kita yang adalah orang-orang Kristen. Ingat, orang Kristen berarti adalah orang-orang yang serupa dengan Kristus. Kita perlu belajar untuk hal tersebut, karena ketika kita melakukan sesuatu pasti kita akan mencari tahu apa alasannya.
Kita tidak dapat mengkomunikasikan 5 Bahasa Kasih tanpa memahami apa itu 4 M :
- Menerima
Bagaimana kita akan mengkomunikasikan bahasa kasih jika kita belum dapat menerima seseorang?, artinya kita harus dapat berkomitmen untuk menerima seseorang minimal sebagai pertama sebagai ciptaan Allah (apapun agamanya), apalagi jika kita sebagai saudara seiman, maka kita harus menerimanya sebagai saudara seiman dalam Kristus Yesus, berikutnya jika kita adalah suami istri maka kita harus bisa menerima suami atau istri kita sebagai rekan pewaris kasih karunia, hal ini penting karena kita harus memastikan pasangan kita sama-sama mencintai Tuhan, untuk yang punya anak, maka kita harus berkomitmen menerima anak tersebut sebagai keturunan Ilahi maka kita harus sangat memperhatikan pendidikannya agar anak-anak kita dapat menjadi manusia Ilahi.
- Menghormati
Jika kita sudah bisa menerima maka baru kita bisa belajar menghormati, menghormati adalah memberikan sesuatu nilai yang tinggi terhadap seseorang, apakah bisa kita menghormati sesuatu yang tidak kita nilai tinggi, jika kita menghormari dalam konteks bahasa kasih maka menghormati ini aplikasinya adalah menghormati orang lain sebagai pribadi yang berbeda, sehingga kita bisa belajar untuk memahami dan tidak memaksa untuk merubah seseorang menjadi sosok seperti yang kita inginkan, jangan menyia-nyiakan waktu untuk merubah sifat dasar seseorang, namun belajarlah untuk menerima dan menghormati perbedaan yang ada. Karena itulah ada 5 bahasa kasih yang berbeda, kita kita semua adalah pribadi yang berbeda-beda.
- Melayani
Bahasa kasih adalah salah satu cara untuk kita melayani, mengapa kita harus melayani? Kita harus melayani karena kita semua sudah berproses menuju kepada kedewasaan, karena itulah maka kita mau untuk memberi diri menolong, menyemangati dan memperlengkapi sesama kita, dengan salah satu cara yaitu bahasa kasih, karena itu ada persekutuan/ komunitas, sebagai wadah bagi kita untuk menolong, menyemangati dan memperlengkapi saudara seiman.
- Mengampuni
Tidak dapat dipungkiri bahwa proses mulai dari menerima, ,menghormati dan melayani akan membuat kita terluka, itulah resikonya, atau bahkan kita sendiri bisa membuat orang lain terluka, maka kita harus belajar mengampuni.
Keempat proses ini akan terus berlangsung dan berulang-ulang, ketika kita sudah mengampuni maka pasti kita akan masuk kembali pada proses awal yaitu menerima lagi, demikian seterusnya. Dengan kita terus melakukan proses ini maka kita akan terus menuju kepada kedewasaan. Jika kita tidak memiliki 4M maka kita tidak akan bisa mempraktekkan bahasa kasih. Memahami bahasa kasih agar minimal kita bisa hidup harmonis dengan orang-orang disekeliling kita, harmonis bukan berarti sama namun bagaimana dengan kondisi yang berbeda-beda namun kita dapat hidup berdampingan.
Tujuan dari kita melakukan 4 M ini adalah agar kita sama-sama dewasa dan menjadi serupa dengan Kristus. Untuk agenda bulan Juni, tema Ibadah PIC adalah Failing Is OK yang akan dilayani oleh Bapak Gembala kita Pdt. Daniel Hadi Shane, jadi jangan sampai ketinggalan ya. God Bless You.
- Published in News & Events
Khotbah Ev. Evie Mehita : Penjaga Jiwa (Soul Keeper)
Firman TUHAN kepada Kain: “Di mana Habel, adikmu itu?”
Jawabnya: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?”
Kejadian 4: 9
Dosa mengintip kepada Kain. Setelah pertama kali kejatuhan manusia yang pertama, terjadilah kejatuhan yang selanjutnya yang dilakukan oleh Kain. Kain menjadi iri hati dan memiliki pikiran yang buruk terhadap adiknya. Dia merasa: “Adikku kok lebih disayang dan diperhatikan oleh Tuhan, ya.. Sedangkan aku tidak..” Dia tidak mengoreksi dirinya, tapi melihat kepada orang lain. Ketika dia sudah membunuh, Tuhan bertanya: “Di mana Habel, adikmu itu?” Dia menjawab dengan membantah, “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” Seringkali kita pandai beralasan. Kita tidak mau menerima kesalahan kita; kita susah ditegur dan tidak mau disalahkan.
“Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka atas nama-Ku.”
Yehezkiel 3:17
Tuhan rindu kita semua menjadi penjaga jiwa. Jangan seperti Kain yang banyak berdalih. Sebagai kakak, tentu saja dia adalah penjaga adiknya. Sebenarnya kita semua adalah penjaga buat orang lain. Kita ditetapkan Tuhan untuk menjadi penjaga bagi orang lain, jadi janganlah kita menjadi cuek dengan keadaan orang lain. Kalau kita adalah orang yang percaya kepada Yesus Kristus dan kita percaya hidup kita sudah diselamatkan oleh-Nya, maka salah satu tandanya adalah: Hidupmu akan mengalirkan sebuah aliran kehidupan. Orang yang sudah percaya hidupnya sudah diselamatkan, dia tidak akan berdiam diri dan seenaknya. Orang yang sudah diselamatkan, pastilah dia rindu orang lain juga diselamatkan. Sudahkah dalam hati kita mengalir aliran anugerah Tuhan? Apakah hati kita masih berdetak ketika melihat keluarga, teman, dan sahabat kita jatuh dalam dosa atau mengalami kemunduran di dalam Tuhan?
“Jati diri yang rusak”
Dalam kisah Musa, Tuhan beberapa kali memanggil Musa untuk memimpin bangsa Israel. Tetapi Musa beberapa kali menolak dengan banyak alasan. Dia tidak yakin bahwa dirinya dipakai Tuhan. Dia mengalami trauma dan hidup di bawah bayang-bayang kegagalan, ketakutan, dan masa lalu; Jati dirinya rusak. Inilah yang dialami oleh banyak pahlawan Tuhan. Yang seharusnya kita membebaskan bangsa Israel, tetapi kita terpuruk dengan permasalah diri kita, tembok-tembok kita, dengan trauma dan kegagalan.
Berapa banyak di antara kita yang tidak berani melangkah, tidak berani melayani sungguh-sungguh, tidak berani berikan hidup untuk Tuhan, karena memiliki trauma kegagalan. Mungkin kita pernah menjangkau jiwa, kemudian mereka lepas. Dan itu membuat kita trauma untuk menjangkau jiwa lagi. Jika kita ditinggalkan, itu adalah sebuah proses bagi kita. Tetapi kita jangan pernah berhenti menjangkau jiwa. Karena kita pasti akan memiliki anak-anak yang satu visi yang kelak akan menjadi pewaris mimpi Kerajaan Tuhan. Kita mendidik anak-anak rohani kita bukan dengan kekuatan kita, tetapi kita harus memuridkan mereka di dalam Roh Kudus. Artinya kita memiliki ikatan di dalam roh.
“Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu — dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis.”
Keluaran 32:32
Musa adalah gambaran orang yang trauma dan takut melangkah, Musa yang tidak peduli dengan bangsa Israel. Tetapi Musa yang sama mengatakan, . Dulu dia begitu tidak peduli akan bangsa Israel dan menolak panggilan Tuhan, tetapi ketika dia belajar taat, ia mencintai apa yang Tuhan cintai. Kalau kita dulunya orang yang tidak peduli, ketika kita taat, mulai melangkah, mengalirkan sesuatu, kita pun akan mencintai apa yang Tuhan cintai. Yang Tuhan cintai adalah jiwa-jiwa diselamatkan. Oleh karena itu, mari kita belajar seperti Musa: taat dan melangkah.
Di dalam kisah Nabi Elisa, Tuhan memerintahkan Elisa untuk datang kepada seorang Janda. Janda itu memiliki buli-buli minyak. Elisa meminta janda itu untuk mengumpulkan bejana dan menuangkan minyak dalam bejana-bejana itu. Ketika semua bejana itu penuh, berhentilah aliran minyak tersebut. Saya percaya kita akan memiliki aliran Roh Kudus kalau kita melayani orang lain. Belajar mengalirkan aliran itu kepada orang lain. Mungkin kita tidak tahu mau melayani apa. Belajarlah dari hal yang paling simple: mendoakan orang, mengunjungi dan memperhatikan orang lain. Setiap kita adalah bejananya Tuhan. Tetapi kalau tidak ada bejana yang perlu diisi, aliran itu tidak bisa mengalir lagi. Sebagai bejana Tuhan, kita harus saling mengisi. Kita mengisi kehidupan sesama kita dengan Firman Tuhan, dengan kasih Tuhan.
Di atas tembok-tembokmu, hai Yerusalem, telah Kutempatkan pengintai-pengintai. Sepanjang hari dan sepanjang malam, mereka tidak akan pernah berdiam diri. Hai kamu yang harus mengingatkan TUHAN kepada Sion, janganlah kamu tinggal tenang dan janganlah biarkan Dia tinggal tenang, sampai Ia menegakkan Yerusalem dan sampai Ia membuatnya menjadi kemasyhuran di bumi.
Yesaya 62:6-7
Tugas seorang pengintai adalah menjaga suatu wilayah. Mereka menjaga dari atas tembok yang paling tinggi supaya dapat melihat dari kejauhan. Sehingga mereka tahu siapa yang mau masuk ke dalam wilayah mereka. Kalau ada musuh, mereka akan meniup sangkakala supaya rakyat yang ada di dalam tembok tersebut dapat bersiap-siap. Sama halnya kalau kita menjaga diri kita dengan baik, sebetulnya kita sedang menjaga keluarga kita, gereja kita, bahkan bangsa kita.
Ada banyak orang yang berkata, “Kalau aku gak sungguh-sungguh kerja untuk keluargaku, aku tidak mengangkat keluargaku, nanti bagaimana mereka??” Kita menganggap kita sendiri yang bisa memulihkan keluarga kita. Kita bisa meninggalkan panggilan Tuhan demi menjadi superhero untuk keluarga kita. Ada banyak orang yang berusaha membuktikan diri; mereka memenuhi panggilan mereka dan panggilan dari orang tua mereka, justru mereka tidak mendapatkan tanah perjanjian yang Tuhan janjikan. Tetapi kalau kita mengikuti rencana dan panggilan Tuhan, ada mimpi Tuhan yang jauh lebih besar untuk kita dan keluarga kita. Belajar taat.. Tuhan akan turun tangan, akan ada pemeliharan Tuhan buat kita dan keluarga kita.
Menjadi seorang penjaga, kita harus melihat dari tempat yag lebih tinggi. Kita harus melihat dengan pembedaan roh. Jadilah penjaga untuk anak-anak rohani, saudara, dan teman-teman kita. Ketika ada yang mengancam kehidupan mereka, jangan diam. Lakukan sesuatu, layani mereka, dan doakan mereka. Dan ketika kita mulai melakukan itu, aliran itu akan mulai muncul. Kalau kita diam, kita akan menjadi mengalami kematian rohani karena tidak mengalirkan sesuatu. Karena itu, jangan pernah berhenti melayani Tuhan. Dan jika kita mengalirkan dari hidup kita, secara otomatis kita akan “dibersihkan dari dalam”
Apakah hari-hari ini kita menangisi jiwa-ijwa dalam doa-doa kita? Mari kita berdoa dan menangis untuk orang lain yang terhilang, tersesat, dan terluka. Sebab air mata kita seperti air yang dapat membajak tanah hati kita yang kering. Jangan biarkan hati kita menjadi tandus, tetapi terus alirkan, bahkan jadikan itu menjadi sungai yang mengalir bagi banyak orang. Mari kita melakukan pelayanan kita keluar dari tembok gereja. Pelayanan misi dan penginjilan kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Beritakan kebenaran dan keselamatan kepada mereka.
Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya.
Yehezkiel 34:16
Tugas penjaga jiwa adalah mencari mereka yang terhilang, orang yang binasa, orang yang belum diselamat. Jangan kita pasif.. Kita mencari orang yang hilang, bukan tunggu mereka datang kepada kita. Untuk mencari yang terhilang ini, perlu tindakan dari kita. Yang tersesat dibawa pulang, artinya dipulihkan, ada restorasi dalam orang itu, sehingga ada pemulihan hubungannya dengan Kristus. Yang terluka dibalut dengan kasih. Yang sakit dikuatkan. Orang sakit adalah orang yang lemah. Mari kita yang sudah kuat, belajar menguatkan yang lain. Tuhan berkata dalam Yohanes 21:15-17, bahwa kalau kita mengasihi-Nya, gembalakanlah domba-domba bagi Tuhan. Artinya ada interaksi dengan jiwa-jiwa, mengingatkan, menjaga dan merawat mereka dengan kasih Kristus. Ini adalah tugas kita semua. Mari menjaga domba-domba Tuhan. Kalau kita memiliki sesuatu yang kita jaga, maka hidup kita akan lebih bermakna.
- Published in Sermons
Khotbah Ev. Evie Mehita : Katakan “TIDAK!” Pada Roh Pasif
Alkisah ada seorang bapa yang memiliki dua anak laki-laki. Suatu ketika, ia pergi dan menyuruh anaknya yang pertama untuk mengerjakan kebun anggurnya. Si sulung dengan enteng mengiyakan, namun di akhir hari, ia tidak melangkahkan kakinya untuk melaksanakan amanat bapanya. Kemudian pergilah juga bapa tersebut pada anak keduanya. Si bungsu mengatakan dengan tegas bahwa ia enggan mengerjakan pekerjaan itu. Namun akhirnya, ia pun menyesal dan melakukan permintaan sang bapa.
Kutipan kisah dalam Matius 21:28–32 ini dapat menggambarkan dua sikap yang dilakukan satu orang pada waktu yang berbeda. Di satu waktu, kita bisa menjadi anak yang begitu manis pada awal perjalanan. Lalu datanglah badai pencobaan dan ketika iman kita diuji, kita dengan segera melupakan janji awal kita kepada Bapa Sorgawi. Pada saat yang lain, kita bisa menjadi anak yang begitu bandel dan ogah-ogahan ketika kita perlu memberikan nazar yang pasti. Tetapi pada saat yang menentukan, kita bisa merasa menyesal dan bertobat, kembali mengerjakan kerinduan Bapa Sorgawi kita. Dalam kelanjutan ilustrasi ini, diceritakan bahwa anak yang terakhirlah yang melakukan kehendak bapa. Tetapi yang menjadi sorotan kita pada kesempatan ini ialah sikap si sulung: bagaimana bisa seorang yang demikian tidak melakukan kehendak bapa?
Jawabannya terletak pada roh pasif. Apa sih roh pasif itu? Wahyu menyatakan secara implisit bahwa roh pasif merupakan keadaan stagnan akibat sikap suam-suam kuku. Roh pasif ialah keadaan ketika kita tidak melakukan apa-apa saat Tuhan menginginkan kita bergerak untuk mimpi-Nya. Tuhan sangat tidak menyukai keberadaan roh pasif, sampai-sampai Ia akan memuntahkan orang yang demikian dari mulut-Nya.
“Dan, kepada malaikat jemaat di Laodikia tuliskanlah: Inilah perkataan Sang Amin, saksi yang setia dan benar, awal dari segala ciptaan Allah: Aku tahu perbuatan-perbuatanmu, bahwa kamu tidak dingin ataupun panas. Alangkah baiknya jika kamu dingin atau panas.
Jadi, karena kamu hangat, tidak panas ataupun dingin, Aku akan memuntahkanmu dari mulut-Ku.
Wahyu 3:14-16
Roh pasif bisa berupa:
- Roh ketakutan.
Sebagai raja umat pilihan Allah, Ahab seharusnya menggantungkan diri kepada Bapa ketika mendapat intimidasi yang sangat besar. Terkepung dari segala arah oleh pasukan raja Aram bernama Benhadad, Ahab tidak melakukan apa-apa sama sekali, membiarkan dirinya tenggelam dalam roh ketakutan dan membiarkan kerajaannya direnggut. Roh ketakutan akan berujung pada roh pasif yang tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Tuhan.
- Roh kemalasan.
“Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh Tuhan nenek moyangmu?”
Yosua 18:3
Roh pasif bisa berupa roh kemalasan. Seperti ilustrasi pada bagian prolog, si sulung bisa saja berapi-api di awal, namun kemalasan bisa menerjang dirinya sehingga ia tidak mengerjakan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Terkadang, ladang sudah siap dipanen, tetapi roh pasif berupa kemalasan pribadi kita akan menghambat pertumbuhan jiwa dan roh kita dalam Tuhan.
- Roh yang meragukan kerinduan Tuhan
Dalam 2 Raja-raja 7:1–18, seorang ajudan raja menunjukkan kebimbangan atas sabda Tuhan yang disampaikan melalui nabi Elisa. Seperti Thomas yang tidak percaya, Elisa menyatakan kepada ajudan itu bahwa sesungguhnya orang yang tidak percaya akan ikut menyaksikan kuasa Allah, tetapi tidak akan ikut menikmati bagian di dalamnya. Roh pasif dan sikap yang tinggal diam saja akan membuat kita melewatkan begitu banyak hal dalam rencana Bapa. Ketika kita tidak percaya, Tuhan pun tidak akan menaruh tonggak kepercayaan-Nya dalam diri kita.
Cinta kepada Tuhan itu bagaikan api yang membara. Oleh karena itu, roh pasif dan suam-suam-suam kuku akan membunuh dan membinasakan api cinta itu. Bagaimana seseorang dapat mempertahankan kasih dengan bersikap pasif? Bahwasanya cinta berbicara tentang pengorbanan nyata terhadap orang yang kita kasihi. Tuhan menghendaki orang yang berapi-api untuk memiliki buah berkali-kali lipat, tetapi orang yang suam-suam kuku tidak berakar dengan benar. Seperti yang diberitakan Paulus dalam Roma 12:11, #JanganKasihKendor atas ketekunan dan kerajinan kita dalam Tuhan! Haleluya!
- Published in Sermons
Khotbah Ps. Daniel Hadi Shane : Tongkat yang Berbunga
Ketika Musa keesokan harinya masuk ke dalam kemah hukum itu, maka tampaklah tongkat Harun dari keturunan Lewi telah bertunas, mengeluarkan kuntum, mengembangkan bunga dan berbuahkan buah badam.
Bilangan 17 : 1
Tongkat berbicara tentang otoritas, perkenanan Tuhan, dan apa yang sudah Tuhan berikan dalam hidup kita. Ada sebuah peristiwa di dalam perjanjian lama tentang tongkat Harun yang berbunga (Bilangan 17:1-13). Ada 12 tongkat yang dibagikan kepada suku-suku Israel, tetapi hanya 1 tongkat yang diperintahkan Tuhan untuk disimpan kembali sebagai tanda perjanjian Tuhan bagi umat-Nya.
Kala ini banyak anak Tuhan yang merasa dirinya sudah dewasa. Dia merasa bahwa dirinya sudah bisa memimpin. Adalah sebuah hal yang salah apabila pertumbuhan dipandang hanya berdasarkan dari berapa tahun seseorang melayani. Pertumbuhan kita dalam Tuhan bukanlah karena usia, tetapi pertumbuhan kita karena perkenanan dari Tuhan. Seringkali kita mempercayai orang-orang yang baru saja mengalami kelahiran baru yang masuk dalam persekutuan dan gereja Tuhan, lalu kita melihat dia begitu punya banyak skill dan berparas menarik, sehingga dengan mudahnya kita memposisikan dirinya sebagai orang yang dewasa rohani. Ini sangat berbahaya. Karena tongkat yang tidak bertunas tidak bisa dipakai Tuhan dan tidak berguna bagi siapapun.
Bagaimana supaya tongkat kita berbunga di hadapan Tuhan? Tongkat Lewi dan seluruh tongkat Israel dibawa ke rumah Tuhan, artinya berperkara di hadapan Tuhan. Kita perlu bawa tongkat kita kepada Tuhan dan berperkara kepada-Nya. Seperti Hizkia yang mengadukan perkaranya kepada Tuhan ketika Yerusalem hendak diserang oleh Sanherib.
Berkatalah mereka kepadanya: “Beginilah kata Hizkia: Hari ini adalah hari kesesakan, hari hukuman dan penistaan; sebab sudah datang waktunya untuk melahirkan anak, tetapi tidak ada kekuatan untuk melahirkannya.”
2 Raja-Raja 19:3
Perkataan Hizkia ini berbicara tentang banyak anak Tuhan yang sudah waktunya untuk melahirkan anak, tetapi tidak bisa melahirkan karena sudah tidak ada kekuatan. Ini adalah sebuah pernyataan yang sangat frustasi. Hizkia mengalami keletihan yang teramat sangat dalam menghadapi persoalan-persoalan yang harus dihadapinya. Tetapi yang dilakukan Hizkia adalah berperkara dengan Tuhan: Hizkia menerima surat itu dari tangan para utusan, lalu membacanya; dan membentangkan surat itu dihadapan Tuhan.
Tuhan adalah setia. Dia setia dengan perjanjian-Nya kepada kita. Dia sekalipun tidak pernah meninggalkan pekerjaan tangan-Nya. Bangsa Israel adalah bangsa yang dipilih Tuhan, meskipun mereka bangsa yang tidak percaya pada Yesus Kristus hingga saat ini. Karena Tuhan punya perjanjian dengan bangsa itu. Mereka selalu ketika mengalami masalah, mereka selalu datang kepada Tuhan Yahweh. Ketika kekeringan melanda mereka, menteri agama beserta dengan rakyatnya bersama-sama berdoa meminta hujan. Mereka suka berperkara di hadapan Tuhan.
Berperkara pada Tuhan mengingatkan Tuhan lagi tentang perjanjian-Nya. Hati seperti ini yang Tuhan mau. Begitu banyak orang memiliki banyak kesempatan, namun membiarkan orang lain mengambil kesempatan itu. Hatinya biasa-biasa saja dan membiarkannya meskipun itu diperuntukkan untuk mereka. Apa perjanjianmu dengan Tuhan? Bawalah dan perkarakan itu dihadapan Tuhan.
Pernahkah kamu punya keberanian untuk menagih kepada Tuhan untuk mengingatkan Tuhan dengan perjanjian-Nya kepadamu? Hizkia terpuruk dengan ancaman dari musuh dan dia tidak memiliki kekuatan lagi untuk melawan. Hizkia datang kepada Tuhan, dan dia mengingatkan Tuhan dengan perjanjiannya dengan Tuhan. Bagaiamana ketika kita lemah? Ketika kita lemah, kita perlu datang dan berperkara kepada Tuhan.
Hizkia menerima surat itu dari tangan para utusan, lalu membacanya; dan membentangkan surat itu dihadapan Tuhan. Hizkia berdoa di hadapan Tuhan dengan berkata: “Ya Tuhan, Allah Israel, bertakhta di atas kerubim! Hanya Engkau sendirilah Allah segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi; Sendengkanlah telingaMu, ya Tuhan, dan dengarlah; bukalah mata-Mu, ya Tuhan, dan lihatlah; dengarlah perkataan Sanherib yang telah dikirimnya untuk mengaibkan Allah yang hidup.
2 Raja-Raja 14-16
Hizkia datang kepada Tuhan, dan seolah berkata, “Mari kita berperkara. Tuhan, lihatlah ada orang yang mendustai dan mengancam kami dengan mengaitkan perjanjian-Mu atas kami. Oleh karena itu, hari ini juga, kami berperkara dihadapan-Mu. Ingatkah Engkau akan kasih-Mu di waktu aku masih muda. Ingatkah Engkau, Tuhan?” Allah Israel adalah Tuhan yang setia. Tuhan tidak pernah mencabut perjanjian yang diberikan-Nya. Ketika Hizkia berperkara kepada Tuhan, Tuhan meluputkan Yerusalem dari tangan Sanherib. Itulah anugerah dan kesetiaan Tuhan. Mungkin pada waktu itu, Yerusalem dalam keadaan yang tidak baik. Tetapi kita perlu perkatakan Firman Tuhan, sebab Firman Tuhan tidak pernah berdusta.
Ketika kita berperkara di hadapan Tuhan, tongkat yang ada di tangan kita akan mulai bertunas. Mengapa tongkat Lewi yang bertunas? Sebab Lewi senantiasa berperkara dengan Tuhan. Mereka selalu mendapat penjagaan dari Tuhan. Kita semua punya tongkat. Mari bawa tongkat itu dihadapan Tuhan dan berperkaralah. Setelah kita berperkara, lihatlah ada penyertaan Tuhan yang ajaib dalam hidup kita.
Masa lalu kita tidak mempengaruhi tongkat kita bertunas atau tidak. Jadikan masa lalu kita pelajaran berharga. Kita punya otoritas dan tidak bergantung dari masa lalu kita. Tetapi tongkat yang kita miliki janganlah hanya kita jadikan souvenir atau kita jual. Bawalah tongkatmu dan perkarakan itu di hadapan Tuhan. Berperkara itu artinya mengingatkan Tuhan; Tuhan tidak akan marah. Kita harus tahu prinsip mengetuk pintu. Tidak ada dalam alkitab dikatakan bahwa kita hanya boleh mengetuk pintu sekali saja. Dikatakan bahwa, ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagi kita.
Tongkat berbicara otoritas. Mari kita bawa dan doakan itu supaya otoritas yang kita miliki bertunas, berbunga, dan berbuah badam bagi Tuhan. Buah badam adalah sejenis kacang almond. Kulitnya keras, tetapi rasanya enak. Jangan lihat buah dari luarnya saja. Saat ini begitu banyak buah-buah palsu yang menarik perhatian. Tetapi isi lebih baik daripada kulit yang tidak dapat kita nikmati. Kita perlu berfokus pada “isi” daripada “kulit” semata.
Mari perkarakan tongkatmu dan biarlah itu bertunas, berkuncup dan berbunga bagi Tuhan. Apapun yang kita hadapi, perkarakan itu kepada Tuhan. Setelah itu, serahkan semua kepada Tuhan.
Apa yang sedang kau gumulkan? Perkarakan itu dihadapan Tuhan. Gunakan otoritas dari Tuhan untuk memenangkannya. Milikilah tongkat yang berbunga bagi Tuhan!
- Published in The Shepherd's Voice