Khotbah Ps. Daniel Hadi Shane : Kekerasan Seorang Bapa

Dosa seringkali diartikan dengan melanggar perintah-perintah Tuhan. Dalam perjanjian lama, dosa berarti melanggar 10 perintah Tuhan dan memiliki banyak kata, misalnya avon, hamartia, resya dan masih banyak lagi. Dalam alkitab juga terdapat kata khatta’t yang berarti menyimpang, tidak tepat sasaran. Misalnya disuruh memanah 10 meter, tetapi anak panah mencapai 50 meter. Ini bukan hebat, bukan berhasil, tetapi dosa karena tidak tepat sasaran. Disuruh Tuhan melakukan 5 kali, tetapi dilakukan sebanyak 7 kali.
Hamartia dalam alkitab disebutkan sebanyak 147 kali bukan tanpa alasan. Tuhan benar-benar mau kita mengerjakannya dengan tepat dan tidak setengah-setengah. Kita tahu sasaran kita, tapi kita mengerjakannya tidak tepat seperti yang Tuhan mau, itu dosa.
Kita butuh Tuhan, Roh Kudus untuk melawan kuasa-kuasa dosa. Kita tidak bisa melawan dosa tanpa Roh Tuhan ada di dalam kita, karna Dia lah penolong kita.
Bapa di dalam Perjanjian Lama mengajarkan 3 hal berikut :
Bapa yang “Bertengkar”
Tuhan dalam Perjanjian Lama bertengkar dengan anak-anakNya untuk meluruskan anak-anakNya yang menyimpang dari jalan pikiranNya. Ia menjaga anak-anakNya dengan tongkat untuk menghalau musuh anak-anakNya dan menghardik mereka yang menyesatkan anak-anakNya.
Bapa yang “Berperang”
Bapa berperang untuk meyakinkan bahwa anak-anakNya tidak sendirian dan Bapa menjaga mereka. Tuhan-lah yang menjadi kekuatan anak-anakNya. Ketika anak-anaknya diganggu, induk unggas atau binatang lainnya akan berperang melawan pengganggu anak-anaknya, mengejar kemanapun musuhnya pergi dan mematuknya keras. Demikian juga Bapa akan menghancurkan habis musuh anak-anakNya. Dialah Bapa yang membela kehormatan anak-anakNya.
Bapa yang “Menghukum”
Anak yang hilang di dalam Perjanjian Baru bukan tidak dihukum. Ia sudah dihukum dengan kehendak bebasnya. Kehendak bebas yang tidak ditaklukan akan mencelakakan. Alkitab memang tidak menceritakan betapa sengsaranya ia dari hari ke hari. Ketika kita keluar dari komunitas, kita dihukum.
Dalam masa pembuangan bangsa Israel, seolah Tuhan tidak mendengar seruan bangsa Israel.
“Untuk sementara waktu dibiarkanNya…”
Kita bisa mengalami masa-masa dibiarkan Tuhan, tanpa bimbingan Tuhan. Supaya kita tahu bahwa pembiaran itu tidak lepas dari hukum-hukumNya Tuhan. Maksudnya adalah kita boleh mengalami masa-masa penghukuman, masa-masa keterikatan. Tapi mata Tuhan tetap memandang, mengawasi kita. Tuhan tidak akan membiarkan kita melenceng dari sasaran kita.
Ketika Tuhan menghukum bangsa Israel, tidak pernah dibiarkan bangsa Israel dimusnahkan. Dalam kisah Ayub, Tuhan menyerahkan Ayub kepada iblis, tapi Tuhan tidak memperkenankan iblis mengambil nyawa Ayub. Tuhan telah memberi batasan kepada iblis untuk tidak mengambil nyawa Ayub.
Kita mungkin dibiarkan Tuhan dalam ruangan gelap. Tapi Tuhan tetap menjaga kita dalam batas-batas kekuasaan iblis. Itulah bentuk kasih Tuhan kepada kita. Meskipun dibiarkan, Tuhan tetap menjaga kita dengan pengawasan ketat, bahkan lebih ketat dari sebelumnya.
Jika Bapa tidak pernah menegur. kita harus mempertanyakan apakah Ia mengasihi kita. Karna kasih Bapa adalah kasih yang berperkara dengan kita. Berkat tidak muncul tanpa didikan dan Bapa sedang mendidik kita untuk tepat pada sasaran. Jangan hati kita pahit dengan Tuhan, menghindari komunitas, menghindari bapa dan ibu rohani kita. Seringkali kita berharap sosok Bapa seperti Bapa dalam Perjanjian Baru saja, yang tidak menghukum anaknya, yang berlari memeluk ketika si bungsu datang dan menolak didikan dan hukuman.
Roma 8:9
Kita berhutang pada Tuhan, bukan pada daging. Oleh karena itu, jangan kita menuruti daging kita.
Jikalau kita menuruti daging itu sama saja kita adalah milik daging. Jikalau kita adalah milik Kristus, kita mematikan perbuatan daging.