Khotbah Ev. Christin Jedidah : Batu Penyusun

“Ah ini sudah hari Minggu, waktunya ke gereja“
Seringkali kita ke gereja hanya sebatas rutinitas. Ada beberapa orang yg tidak ke gereja dengan alasan tidak bisa bangun pagi, capek dan lain sebagainya. Sebenarnya apa makna kita ke gereja dan berjemaat?
Efesus 2:19-22 mengingatkan kepada lagu lama dengan lirik “gereja bukanlah gedungnya…”
Benar, gereja bukanlah tentang gedung, gereja adalah kita semua. Tetapi gereja bukanlah diri kita pribadi sehingga kita bisa berkata “saya adalah gereja, saya tidak perlu ke gereja karena saya adalah gereja itu“.
Kita bisa lahir di dunia ini karena ada sebuah keluarga. Kita pasti punya ayah dan pasti punya ibu. Firman Tuhan mengatakan bahwa gereja adalah sebuah keluarga. Ketika kita dilahirkan kembali dalam roh, kita adalah bayi rohani. Bayi rohani memerlukan keluarga rohani untuk dirawat. Itulah gereja. Tuhan menempatkan kita di sebuah keluarga rohani, itulah gereja lokal.
Ada orang-orang tertentu yang tidak suka ditanam dalam gereja lokal.
Keliling keliling… Tidak memiliki keluarga rohani, tidak tertanam dan TIDAK AKAN pernah bertumbuh secara rohani. Dalam keluarga rohani diberikan pembimbingan secara rohani, pendisiplinan melalui ayah ibu rohani dan saudara-saudara rohani.
Apakah kita hanya sebatas rutinitas saja untuk bergereja? Gereja adalah suatu kehidupan dalam keluarga. Tidak hanya sekadar pendatang.
Pada awal perintisan, jemaat hanya 20 orang… Saling kenal satu sama lain… Mempraktekkan jemaat mula-mula. Tiap-tiap hari berkumpul dan membicarakan misi Tuhan. Itulah awal kehidupan dari keluarga rohani.
Jemaat bertumbuh hingga 100, mulai sulit mengenali, tapi kita tetap berada dalam 1 ikatan keluarga. Untuk itulah adanya kelompok-kelompok kecil untuk saling bertumbuh, dikuatkan dan dibentuk.
Dalam keluarga, kita dapat tampil apa adanya. Ketika hanya menjadi seorang pendatang, kita hanya akan melihat wajah-wajah malaikat, tapi dalam sebuah keluarga, akan terlihat keburukan-keburukan yang ada. Tahu bagaimana kita marah, sedih dan lain sebagainya. Dalam keluarga rohani, kita mengerti tentang penerimaan.
Penerimaan adalah kunci dari pertumbuhan rohani.
Gereja tentu tidak akan memilih-milih anggota jemaat. Seperti ibu hamil, mereka tidak dapat memilih anak-anak mereka seperti apa, karakter yg seperti apa. Ayah ibu tidak dapat memilih anak seperti apa, dan anak pun tidak dapat memilih ayah ibu seperti apa. Dalam keluarga diajarkan yg namanya penerimaan, mengasihi. Dari sinilah, pembentukan ada.
Keluarga ada dalam gereja lokal untuk membentuk kita menjadi serupa seperti Kristus. Kalau kita selalu tampil baik-baiknya saja, kita tidak akan pernah tahu kesalahan kita, apa yg perlu dikoreksi. Banyak orang tidak mau ditanam dalam gereja lokal, karena tidak mau hidupnya dicampuri, tidak mau dibimbing. Ingin hidup bebas.
1 Petrus 2:5 mengatakan kita adalah batu dalam bangunan. Jika ada 1 batu yg bolong, bangunan akan runtuh.
Demikian juga kita adalah batu-batu hidup dalam suatu bangunan. Tanpa kita, bangunan akan runtuh.
Diperlukan suatu komitmen untuk tertanam dalam keluarga rohani.
Ketika sebuah tanaman ditanam dan sebelum menjadi dewasa, sudah dicabut dan ditanam di tempat baru, dan terus menerus demikian, tanaman tidak akan bertumbuh.
Tidak hanya sekadar untuk datang saja di sebuah recom (komsel), tetapi apakah kita benar-benar tertanam dan berakar dalam komunitas? Tidak ada 1 pun yang berhasil tanpa komitmen. Demikian juga dalam gereja Tuhan, Tuhan menyukai yang namanya komitmen. Komitmen adalah sebuah perjanjian khusus dengan Tuhan bahwa kita mau mencintai Tuhan melalui gereja yang kita pilih.
Mencintai Tuhan tentunya bersamaan dengan mencintai gereja Tuhan, mendukung visi gereja. Kita ada dalam gereja lokal karena ada satu tujuan. Sudahkah kita memiliki totalitas dalam visi? Orang-orang yang sudah tertanam dalam keluarga rohani, mereka akan tertanam juga dalam visi. Memang nama gereja tidak akan diangkat, ini hanya sementara. Tapi dalam komitmen mencintai gereja lokal, tentunya juga mencintai kegerakan-kegerakan yang ada dalam gereja dan akan melakukan itu dengan totalitas.
Pernah ada di sebuah acara TV, menceritakan kehidupan desa. Ada kepala desa yang membangun desa sendiri untuk orang-orang tua yang tuna grahita (keterbelakangan mental). Tetapi kepala desa itu bisa memimpin dengan baik. Warga desa dibudidayakan untuk menternakkan ikan, membuat kerajinan tangan yang bisa dijual dan lain sebagainya. Memang sulit, karena harus diajari berkali-kali bahkan mereka bisa lupa.
Tapi kepala desa dengan totalitas mengajarkan kepada setiap anggota desa. Banyak sukarelawan yang datang dan mengajari mereka. Mereka memiliki hati untuk melayani, tetapi mereka juga harus memiliki komitmen penuh. Jika tidak, betapa mudahnya mereka untuk berhenti.
Visi Tuhan lebih dari itu, dibutuhkan komitmen untuk mengerjakannya. Visi tidak hanya sekadar slogan, visi dan misi perlu dijalankan. Tidak cukup hanya sekadar kerinduan, tapi ada action dan pengorbanan kita. Sudahkah kita benar-benar rindu untuk mengerjakannya. Tidak cukup hanya sekadar datang, tapi kita ikut memiliki gereja. Banyak orang datang, tapi tidak memiliki komitmen sehingga mudah untuk pergi. Kita semua adalah batu-batu rohani, kita ditempatkan untuk membangun rumah rohani.
Berkomitmen untuk mematuhi nilai dalam gereja lokal.
Nilai-nilai yang ada pasti sesuai dengan Firman Tuhan. Misalnya dalam hal berpasangan, kita belajar menerapkan nilai-nilai yang ada, seperti berdoa dan minta diteguhkan terlebih dahulu, bercerita kepada pemimpin rohani. Tapi sayangnya banyak orang yang dalam hal berpasangan, melupakan nilai-nilai gereja lokal. Sembunyi-sembunyi. Takut kalau didoakan nanti batal dan tidak disetujui oleh ayah ibu rohani.
Berkomitmen untuk taat pada pemimpin rohani.
Pemimpin kita pasti tahu yg baik untuk kita, karena mereka diberikan oleh Tuhan untuk menjagai kita.
Kita memang tidak boleh terlalu mempercayai pemimpin karena pemimpin juga manusia, tetapi kita harus punya pembedaan roh agar kita tidak tersesat. Tetapi juga bukan berarti kita menjadi mudah curiga dengan pemimpin. Karena itu kita juga harus tetap dekat dengan Tuhan, sehingga kita mengerti apakah ini sesuai dengan Firman Tuhan atau tidak.
Berkomitmen dalam ibadah seperti sayap seekor rajawali.
Untuk terbang, rajawali membutuhkan dua sayap.
Sayap pertama adalah ibadah celebration day, sayap kedua adalah komsel. Kedua sayap harus seimbang. Kalau hanya satu saja yg selalu kita ikuti, kita tidak dapat terbang dengan baik.
Berkomitmen dalam keuangan gereja.
Kita tidak banyak membicarakan keuangan, memberi perpuluhan, padahal itu adalah Firman Tuhan.
Ketika jemaat tertanam dalam gereja, sudah seharusnya kita mendukung keuangan gereja juga. Kita selalu berpikir bahwa itu semua bukan untuk Tuhan. Tetapi Tuhan juga tidak membutuhkan uang kita. Tuhan ingin hati-hati kita untuk memberi melalui gereja, gereja adalah perantara Tuhan kepada kita. Sudahkah kita taat untuk memberi?
Persembahan seorang janda miskin jauh lebih berharga daripada seorang kaya yang memberikan lebih banyak.
Tuhan memang tidak melihat nominal, tetapi Tuhan melihat hati. Dengan kerelaan penuh untuk memberikan, itu jauh lebih menyenangkan hati Tuhan.